My Duolingo Story - Pengalaman Mengikuti Tes Duolingo


Hi there!! Here I am again. It`s been a while since I haven`t posted anything in this blog.

Pandemi COVID-19 memang menghambat banyak rencana yang mungkin sudah dipersiapkan matang-matang dari berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelumnya. Termasuk rencana besar saya untuk kembali ke bangku pendidikan bulan September 2020. LoA sudah ada. Letter of Guarantee dari LPDP juga sudah di tangan. Tapi apa mau dikata, perjalanan ke London harus ditunda dulu setidaknya sampai September 2021 dengan harapan pandemi akan membaik ke depannya.

Sebenarnya UCL dan kampus-kampus lainnya di berbagai negara menawarkan pilihan perkuliahan online selama pandemi. Namun sepertinya itu tidak menjadi pilihan yang akan saya ambil. Saya tidak ingin kehilangan pengalaman berharga tinggal di ibukota Inggris dan UK walau hanya beberapa bulan saja mengingat durasi perkuliahan saya hanya setahun. I just want to live it at the fullest.

Di lain pihak, saya tidak yakin perkuliahan online dapat menjadi pengganti yang sepadan untuk perkuliahan on-campus. Di tambah lagi Indonesia (WITA) dan UK berbeda 8 jam, sehingga time gap-nya cukup lebar jika harus berkuliah online dari Indonesia.

Singkat cerita, saya mengajukan penundaan perkuliahan ke kampus saya yang kemudian disetujui oleh kepala jurusan walaupun sebelumnya saya sudah pernah mengajukan penundaan perkuliahan dari 2019 ke 2020. Sambil mengisi waktu panjang menanti perkuliahan yang tertunda karena COVID-19, saya kemudian bekerja di Rumah Sakit INCO Sorowako Awal Bros sebagai dokter umum untuk penanganan COVID-19 dengan kontrak sampai Januari 2021.

Yang jadi permasalahan adalah offer saya kemudian berubah menjadi conditional LoA karena sertifikat IELTS saya sudah berusia 2 tahun pada bulan Januari 2021. Dengan kata lain, saya harus mengambil tes bahasa Inggris lagi.

Hanya saja di situasi pandemi, tes bahasa Inggris seperti IELTS atau TOEFL menjadi lebih sulit karena umumnya lokasi tes hanya terdapat di kota-kota besar yang kemungkinan besar tingkat penularan coronavirusnya menjadi lebih tinggi dibanding tempat lain. Di tambah lagi rutinitas sebagai dokter COVID-19 yang ternyata lebih melelahkan dari yang saya perkirakan menjadi bonus hambatan yang harus saya hadapi. Rasanya sulit untuk mencari waktu khusus untuk perisapan mengambil tes IELTS di tengah terus bertambahnya pasien COVID-19 di Sorowako tempat saya bekerja.

Dalam situasi inilah saya berkenalan dengan salah satu tes bahasa Inggris lain yang tidak pernah saya tau sebelumnya, DUOLINGO. Yes! It might sound unfamiliar compared to IELTS, TOEFL, or TOEIC.

But in time of pandemic, DUOLINGO saves the day!! Or at the very least, my day!!

source: duolingo.com

Di tengah kondisi yang tidak menentu seperti saat pandemi coronavirus, Duolingo seperti menjadi oasis karena University College London menerima Duolingo sebagai persyaratan admisi selama pandemi.

Menurut saya Duolingo memiliki cukup banyak kelebihan dibandingkan tes sejenis lainnya. 

Pertama, tesnya relatif lebih simpel. Hanya butuh waktu sekitar sejam. Komponen dan material tesnya lebih sederhana dibanding IELTS Academic yang menurut saya lebih demanding dan butuh latihan dan fokus lebih. 

Kedua, dari segi biaya lebih murah dibanding IELTS atau TOEFL IBT yang bisa hampir 3 jutaan. Saat saya mengambil tes Duolingo, biaya tesnya sebesar 692.000 yang dapat dibayar lewat kartu kredit.

Ketiga, hasil tesnya lebih cepat keluar. 2x24 jam sudah ada. Bahkan ada yang dalam 1x24 jam sudah dapat hasilnya. Hasilnya dapat langsung didownload dalam bentuk PDF, diprint atau dikirim langsung ke universitas tujuan.

Keempat, tesnya dapat dilakukan kapan saja atau di mana saja (walaupun ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus ditaati) asal ada komputer/laptop dan jaringan internet. Sehingga untuk seseorang yang waktunya cukup terbatas dan butuh flexibilitas, Duolingo bisa jadi pilihan yang sangat membantu.

Sebelum tes yang sesungguhnya di mulai, kita dapat berlatih dan melakukan simulasi tes di websitenya. Walaupun berdasarkan pengalaman saya, bank soalnya tidak banyak sehingga semakin lama berlatih soalnya seperti terasa itu-itu saja. Namun cukup membantu untuk membiasakan diri dengan teknis pelaksanaan tesnya.

Untuk detail dan persayaratannya serta simulasi tesnya, dapat langsung dibaca di website resminya di www.duolingo.com

Jika dilihat lebih detail, soal Duolingo lebih sederhana seperti melengkapi kata yang tidak lengkap agar menjadi kata, kalimat serta paragraf yang utuh. Untuk listening, soalnya seperti mengetik kembali kalimat yang diperdengarkan, serta membedakan mana kata bahasa Inggris asli dan mana yang bukan. 

Untuk writing, hampir mirip dengan IELTS Writing Part 2. Bedanya, kita diminta menuliskan argumen mengenai sebuah fenomena atau pertanyaan dalam waktu 2-3 menit saja. Kalau tidak salah ingat ada minimal kata yang harus dituliskan.

Pada bagian Speaking juga ada kemiripan dengan speaking IELTS. Ada bagian di mana kita diminta membacakan kalimat tertentu dan pada bagian lain, kita diminta untuk berbicara mengenai sebuah fenomena atau diminta memberikan argumen mengenai sebuah pernyataan. Mirip dengan IELTS, hanya saja tidak berhadapan dengan native speaker secara langsung.

Singkat cerita, setelah menjalani tes hasilnya keluar kurang dari 2x24 jam. Saya mendapat skor 120 dari total 160. Skor yang tidak terlalu tinggi namun menurut saya cukup untuk first taker dengan persiapan yang minimal. Lebih dari itu, skor ini cukup untuk membuat saya kembali mendapat LoA unconditional dari UCL karena UCL hanya meminta overal skor minimal 115 dan belum ada syarat nilai minimal untuk per komponennya (mungkin karena tesnya baru digunakan sehingga perlu validasi skor).



Oh ya, untuk Duolingo komponen penilaiannya sedikit berbeda dengan IELTS atau TOEFL yang umumnya membagi  4 komponen Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Untuk Duolingo, komponen penilainnya juga tentu saja menilai 4 kemampuan berbahasa pada umumnya namun dalam penjabaran yang berbeda yaitu Literacy (read and write), Conversation (listen and speak), Comprehension (read and listen), dan Production (write and speak).

Hasil tes Duolingo saya sebenarnya cukup equivalen dengan tes IELTS saya sebelumnya karena nilai tertinggi saya ada pada Reading dan Listening dan terendah pada bagian Speaking dan Writing. Yes, I still need to work harder on speaking and writing.

Tapi apapun itu, setidaknya adanya tes Duolingo sangat membantu saya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi dan bisa merubah kembali status LoA saya menjadi unconditional.

See you in another story. Hope this helps!!

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

A passionate medical doctor aiming to become forefront in medical practice, research and education.This blog is inteded to be a platform to share the beautiful and unforgetable journey in pursuing higher education abroad.

5 comments:

  1. Mas fistra thanks for sharing this. Saya juga awardee lpdp yang sedang mengejar LoA uncon UCL jg untuk hukum. Saya ingin sharing lbh detail untuk duolinggo ini krna rencana mau ambil. Apapakah saya bisa mnta contact wa mas? Trma kasih sbelumnya.

    ReplyDelete
  2. Untuk pembayaran duolingo dulu pakai apa kak? Kartu debit/kredit atau paypal. Saya coba pakai kartu debit tapi tidak bisa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya mmg harus pakai credit card. Saya dulu pinjam kartu kredit teman. Jadi minta teman bayarkan dlu pake kartu kreditnya trus nanti uangnya sy ganti

      Delete
  3. Ingin bertanya, untuk tes duolingo tersebut apakah setelah bayar bisa langsung test? atau menunggu beberapa hari terlebih dahulu? Terima kasih

    ReplyDelete