My IELTS Story - Berbagi Pengalaman Belajar Otodidak dan Tes IELTS di IDP Makassar



Setelah saya dinyatakan lulus Ujian Kompetensi Dokter batch 4 tahun 2018 pada awal Desember 2018, saya langsung tancap gas untuk persiapan tes IELTS. Saya sudah membuat timeline pribadi saya sejak Januari 2018 mengenai rencana saya untuk studi ke luar negeri. Awalnya saya berencana tes IELTS pada Desember 2018, tetapi karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan, saya akhirnya tes di bulan Januari 2019.

Saya melakukan booking tes IELTS bulan Desember 2018 dan membayar biaya tes sebanyak 2,9 juta rupiah di IDP Makassar untuk tes tanggal 19 Januari 2019. Di Makassar sendiri, tes IELTS dapat dilakukan di IDP Education dan British Council. Namun berdasarkan saran beberapa teman saya yang sudah pernah tes IELTS sebelumnya, akhirnya saya memilih lokasi tes di IDP Makassar di Jl. Yosef Latumahina.

Saya sudah bertekad bahwa saya harus mendapat skor yang baik dalam sekali tes. Hal ini dikarenakan budget saya memang hanya cukup untuk sekali tes dan jika saya gagal, timeline yang saya rencanakan pasti akan berantakan karena saya harus mengikuti Program Internship Dokter Indonesia selama setahun dari Mei 2019 sampai Mei 2019. Oleh karena itu, saya tidak boleh gagal walaupun hanya memiliki satu peluru saja.

Target nilai IELTS saya sendiri adalah minimal overall band 6.5 dengan nilai minimal 6.0 di tiap band-nya. Nilai tersebut adalah nilai paling standar yang diminta sebagian besar kampus di luar negeri dan penyedia beasiswa luar negeri, walaupun pada beberapa kampus tertentu bisa lebih rendah atau malah lebih tinggi. Biasanya universitas-universitas top seperti Cambridge, Oxford, Harvard, atau Stanford mensyaratkan nilai lebih tinggi yaitu overal band 7. Bahkan kadang mereka minta IELTS All straight 7. Perlu diingat juga bahwa requirements untuk skor IELTS (atau TOEFL) dapat berbeda tiap jurusan walaupun dalam kampus yang sama. Jadi sebelumnya, kita memang harus melakukan riset pribadi mengenai nilai kemampuan bahasa yang disyaratkan oleh kampus dan jurusan yang dituju.

Seperti yang saya tuliskan di artikel sebelumnya, saya belajar otodidak untuk menghadapi tes ini. Selain karena untuk kursus IETLS biayanya hampir semahal biaya tesnya, di tempat saya di Toraja juga tidak terdapat penyedia kurus IELTS. Saya paling banyak melatih reading dan listening karena kedua skill tersebut dapat kita latih dan evaluasi sendiri. Sedangkan speaking dan writing saya harus mempersiapkan seadanya karena saya tidak punya partner belajar.

Saya tiba di Makassar tanggal Jumat 18 Januari 2019 dan bermalam di kosan milik teman adik saya yang kuliah di Makassar. Besoknya saya berangkat sekitar jam 7 pagi ke lokasi tes. Saat tiba di kantor IDP Makassar, sudah ada dua orang perempuan yang tiba lebih dulu daripada saya. Saya langsung melakukan registrasi dan briefing sambil menunggu peserta lainnya tiba. Kalau saya tidak salah ingat, ada 16 orang yang akan ujian pada hari itu. Sebelumnya, para peserta diharuskan membawa alat tulis masing-masing berupa pensil HB, penghapus dan rautan serta kartu identitas yang sama (KTP atau Paspor) dengan yang digunakan saat mendaftar. Tak lama berselang, datang seorang bule yang menurut pengamatan saya berumur 50-an tahun dan langsung naik ke lokasi tes di lantai dua. Ternyata beliau adalah penguji tes IELTS kami pada waktu itu.

Sebelum melakukan tes, para peserta akan difoto dan diambil sidik jarinya terlebih dulu. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada peserta tes yang menggunakan joki dan untuk keperluan pembuatan sertifikat nantinya. Pada saat tes berlangsung, jika peserta ingin keluar ruangan diharuskan untuk scan sidik jari terlebih dahulu dan setelah kembali ke ruangan juga diharuskan scan sidik jari untuk memastikan orang yang masuk dan keluar adalah orang yang sama.

Tes dimulai pukul 9.00 WITA. Bagian pertama adalah listening. Section pertama dapat saya lewati dengan cukup baik walaupun ada satu dua soal yang miss tapi tidak ada yang saya kosongkan. Saya awalnya agak kaget karena kecepatan berbicara dari tape recorder yang sepertinya lebih cepat dibandingkan rekaman yang saya dengarkan saat latihan sehingga di awal-awal saya masih berusaha untuk catch up dengan suara rekaman. Saya mulai sedikit panik di section dua setelah saya sadar bahwa rekaman ternyata sudah selesai tapi masih ada sekitar 4 atau 5 nomor yang belum saya isi. Saya berusaha menenangkan hati karena masih ada dua section yang tersisa. Section tiga dan empat juga akhirnya dapat selesai walaupun ada beberapa nomor yang kosong dan saya tidak terlalu yakin dengan jawaban saya. Untungnya di akhir listening section, kita diberi waktu 10 menit untuk memindahkan jawaban ke answer sheet. Kesempatan ini saya manfaatkan baik-baik. Saya cukup beruntung bahwa soal yang masih saya kosongkan di section 2 adalah isian yang memiliki beberapa pilihan jawaban yang tersedia di dalam kotak, sehingga saya masih bisa sedikit menebak-nebak kemungkinan jawabannya. Kesalahan terbesar saya pada bagian ini adalah berlatih dengan menggunakan headset sehingga saya tidak siap mendengar rekaman dari tape recorder. Akibatnya suara yang saya dengarkan agak kurang jelas artikulasinya dan akhirnya saya yang bingung sendiri. Oleh karena itu, saya sarankan agar teman-teman sebelum ujian sebaiknya jangan membiasakan diri dengan headset atau earphone karena suara dari tape recorder lebih kurang jelas kedengarannya. Selain itu, jika ada soal yang terlewat segeralah move on karena rekaman akan terus berjalan tanpa peduli sudah berapa nomor yang kita lewatkan dan tidak akan diulangi lagi. Tetap fokus dengan soal-soal selanjutnya. Yang terakhir, pergunakan tambahan waktu 10 menit yang diberikan semaksimal mungkin karena pada akhirnya, itulah juga yang menyelamatkan saya pada section listening ini.

Bagian kedua adalah reading yang langsung dikerjakan setelah answer sheet listening dikumpulkan. Untungnya di section ini terasa lebih nyaman buat saya. Saya bisa mengerjakan soal-soal ini dengan lumayan baik walaupun dalam waktu yang pas-pasan. Dalam menghadapi bagian ini, kita memang harus terbiasa dengan bacaan-bacaan yang teknis dan mengambil informasi secara tepat dan efektif karena kita diharuskan menjawab 40 soal yang sangat variatif dalam waktu 60 menit berdasarkan 3 teks yang panjang-panjang. Saat saya berlatih, nilai saya bermain di kisaran 6.5 dan paling mentok di 7.0. Namun, saya tidak tau mengapa soal IELTS yang saya hadapi terasa “sedikit” lebih mudah dibandingkan saat saya latihan.

Setelah reading adalah writing. Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya bagian ini terdiri dari dua part. Saya tidak begitu ingat apa instruksi yang ada pada soal writing Part 1 saya waktu itu. Hanya saja kalau tidak salah ingat, soalnya dalam bentuk pie chart. Pada part 2, saya mendapat soal yang meminta pendapat dan justifikasi argumen saya mengenai media informasi konvensional yang sudah mulai beralih ke media online. Bagian ini sebenarnya dapat saya lalui tepat waktu, tapi terus terang saya tidak dapat memprediksi nilai saya. Karena untuk mendapat nilai IELTS Writing 7 saja, kemampuan writing kita konon harus sekelas seorang jurnalis. Sebagian besar orang yang saya kenal dan baca pengalamannya di blog juga paling sering bermasalah di part writing. Terlebih saya tidak punya partner yang mem-proofread sampel tulisan saya selama saya mempersiapkan diri. Jadi bagian ini saya lewati ala kadarnya dengan kemampuan seadanya. Salah satu yang saya lakukan dalam mempersiapkan writing adalah membaca banyak bacaan dalam bahasa Inggris dan mencatat atau screenshoot kata-kata yang baru untuk menambah vocabulary saya dan membuka-buka kembali buku tentang grammar walaupun hanya kulit-kulitnya saja. Menurut pengalaman saya, sering membaca berita-berita online seperti BBC atau The Jakarta Post serta jurnal-jurnal ilmiah cukup membantu untuk reading dan writing.

Bagian terakhir adalah speaking. Pada bagian ini, tiap peserta akan dipanggil bergantian masuk ke ruang ujian. Saya dipanggil di urutan ke tiga. Saat saya masuk ruangan, terlebih dahulu scan sidik jari dan perlihatkan KTP. Setelah dipastikan orangnya sama, saya dipersilahkan duduk. Si penguji memperkenalkan diri. “My name is Mr. John bla bla”. Saya oke oke saja padalal saya tidak dengar jelas apa nama belakangnya. Saya tidak tahu darimana asal beliau, tapi kalau menebak dari aksennya, kesannya Mr. John adalah orang Amerika. Sambil melihat daftar nama peserta beliau mengatakan, “so you are Mr. Taanddirree”. “ It`s Tandirerung, Sir. That`s a little bit hard to spell, Sir” jawab saya. Lalu dia menjawab “Oh, it is” dengan dahi sedikit terkernyit. Tidak banyak yang saya ingat dari session ini. Saya hanya ingat di section 2 saya diminta menjelaskan mengenai a particular skill that require long time to master. Pertanyaan-pertanyaan di section 3 berkembang dari situ. Singkat cerita rangkaian tes IELTS saya diakhiri oleh ucapan “Good luck!” dari Mr. John sebelum saya pamit meninggalkan ruangan. Saat mempersiapkan diri untuk writing IELTS ini, saya kebanyakan hanya berbicara sendiri lalu direkam. Saya juga sering mengikuti speech-nya Captain America di film The Winter Soldier dan Civil War supaya bisa bicara diplomatis dan patriotik a la Captain Rogers yang masih saya hafal sampai saat ini. Ini bisa ditiru, bisa juga tidak. Hahaha

Hasil tes dapat dilihat secara online 13 hari setelah hari tes. Melihat hasil tes saya, saya senang sekaligus kaget. Saya dapat nilai overall band 7 (atau setara dengan CEFR C1 alias Advanced). Ini melebihi expektasi saya, terlebih ini adalah tes pertama saya dengan persiapan otodidak. Yang mengagetkan saya, nilai Listening saya juga 7 walaupun sudah sempat tidak berharap banyak di sini. Sayangnya nilai writing saya ada di zona degradasi yaitu 6.0. Tapi untungnya tertolong dengan reading 7.5 dan speaking yang cukup lumayan di 6.5. Puji syukur pada Tuhan Yesus yang bisa membantu saya melalui tahap ini dengan perjuangan yang lumayan menyita waktu dan tenaga. To God Be the Glory!!!

Dengan berbekal hasil ujian ini, saya bisa melanjutkan mengejar mimpi saya ke tahap selanjutnya, LoA dan Scholarship hunting.


Share this:

ABOUT THE AUTHOR

A passionate medical doctor aiming to become forefront in medical practice, research and education.This blog is inteded to be a platform to share the beautiful and unforgetable journey in pursuing higher education abroad.

3 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Terimakasih pengalamannya dok, izin bertanya, kalau kita yang punya kemampuan bahasa inggris yang masih sangat buruk, apakah ada saran untuk Tes IELTS atau TOEFL?Terimakasih

    ReplyDelete
  3. Halo kak, kak bisa minta pendapat btw sya dri sulbar dan plan ingin ambil test di Januari 2021. Menurut kk apa perbedaan antara test di BC dan IDP?
    Soalnya bingung kak, takutnya ngga sesuai ekspetasi...
    Terimakasih sebelumnya :))

    ReplyDelete