My AAS Story : Menghabiskan Jatah Gagal


Australia Awards Scholarship (AAS) adalah salah satu beasiswa luar negeri yang paling populer. Menurut saya ada banyak hal yang membuat beasiswa ini sangat populer seperti banyaknya universitas-universitas yang bagus di Australia. Selain itu, AAS juga merupakan salah satu beasiswa yang paling royal pada awardee-nya serta persyaratan administrasi yang relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan beasiswa lainnya.

Beasiswa AAS adalah beasiswa yang dikelolah oleh pemerintah Australia yang bisa digunakan untuk studi lanjut master, doktor, serta short course. Fasilitas yang disediakan pun mulai dari tuition fee, monthly living allowance, visa, tiket pesawat PP, sampai asuransi kesehatan. Ketika kita bisa sampai di tahap wawancara dan tes IELTS, biaya IELTS sampai biaya akomodasi dan transportasi ke lokasi tes kita akan ditanggung oleh pihak AAS. Jika kita lolos dari seleksi wawancara dan tes IELTS, maka kita akan mengikuti persiapan dan training yang disebut Pre-Departure Training. Lebih luar biasanya lagi, dalam masa persiapan itu, para awardee AAS pun akan diberi uang saku bulanan yang jumlahnya cukup lumayan. Tidak sampai di situ, saat proses administrasi AAS, kita hanya perlu memasukkan daftar universitas dan jurusan tujuan studi kita. Jika kita bisa melewati seluruh tahapan seleksi, maka kita juga tidak perlu mengurus pendaftaran ke kampus tujuan karena pihak AAS sendirilah yang akan menguruskan pendaftaran kita sampai kita diterima di perguruan tinggi tujuan di Australia. Bagaimana, mantap kan?
Selain karena fasilitas yang diberikan pihak AAS, persyaratan yang sangat affordable juga menjadi salah satu alasan banyaknya pelamar yang berjuang menjadi AAS awardee tiap tahunnya. Sebagai contoh, untuk tahap seleksi administrasi AAS hanya meminta IPK minimal 2,90 serta nilai overall IELTS minimal 5.5 atau TOEFL 525 untuk jenjang master dan IELTS 6.0 atau TOEFL 550 untuk doktoral. Syarat ini jelas lebih mudah jika dibandingkan misalnya dengan Fulbright atau LPDP. Menurut saya, faktor ini jugalah yang membuat pendaftar AAS bisa mencapai 4000 sampai 5000 aplikan bahkan lebih tiap tahunnya, sedangkan yang sampai diterima pada akirnya biasanya kurang dari 300 orang. Hal ini menjadi wajar, karena tiap tahun akan ada pendaftar baru, tetapi yang sudah gagal pada tahun-tahun sebelumnya banyak yang akan mencoba lagi. Tapi jangan patah semangat dulu! Di mana ada kemauan (dan kerja keras), di situ ada jalan!

Tujuan kerja sama Australia dan Indonesia melalui AAS adalah meningkatkan ekonomi efektif dan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia yang produktif dan masyarakat yang sehat, serta masyarakat yang inklusiv melalui sistem pemerintahan yang efektif di Indonesia. Oleh karenanya, prioritas bidang studi diprioritaskan pada bidang-bidang tersebut yang tentu saja tujuannya untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik. Jadi, jika Anda ingin berkontribusi membangun bangsa, salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah mencari sponsor yang bisa membiayai studi di bidang-bidang strategis yang masih sangat dibutuhkan bangsa ini. Kalau niatnya baik, maka niscaya ada jalan.

Pendaftaran untuk beasiswa AAS biasanya berlangsung dari bulan Februari sampai 30 April pukul 23.59 waktu Canberra tiap tahunnya. Jadi ada cukup banyak waktu untuk mempersiapkan dokumen-dokumennya. Untuk tahun 2019, dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mendaftar antara lain ijazah dan transkrip (hasil scan fotokopi yang dilegalisir), CV, sertifikat bahasa Inggris, bukti kewarganegaraan (KTP/Paspor), dan akta kelahiran. Tahun 2019 untuk jenjang master, surat rekomendasi tidak menjadi persyaratan tapi wajib untuk pendaftar PhD. Untuk master by research dan PhD tentu saja dibutuhkan proposal riset dan bukti korespondensi dengan calon supervisor riset. Salah satu persyaratan yang cukup krusial dalam tahap administrasi ini adalah essay di mana kita harus menjawab 4 pertanyaan pada form pendaftaran online (disebut OASIS) maksimal 2000 karakter tiap pertanyaannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
- Why did you choose your proposed course and institution?
- How will the proposed study contribute to your career?
- Have you ever contributed to solve a challenge and to implementing change and reform? Be specific include what aspect of your leadership knowledge, skill, and practice you consider to be well established and effective;  which people or organizations you worked with to solve the problem, and what creative methods were used?
- Please give up to 3 practical examples of how you intend to use the knowledge, skills, and connections you will gain from your scholarship. Possible tasks can be personal or professional, and b). list any constraints that may prevent you from achieving these task

Saat mendaftar AAS, saya memasukkan University of Sidney dan University of Queensland sebagai universitas tujuan saya dengan program Master of Global Health. Program tersebut saya pilih karena jurusan Cardiovascular dan Anatomy tidak tersedia di Australia. Saya mensubmit aplikasi saya sekitar pertengahan Maret 2019 untuk mengindari kemungkinan tingginya traffic server OASIS pada menjelang akhir waktu pendaftaran.

Pengumuman seleksi Administrasi AAS 2019 berlangsung beberapa hari mulai tanggal 28 sampai 30 Juni 2019. Pihak AAS akan menghubungi satu per satu aplikan via email baik yang sukses maupun yang gagal ke tahap wawancara dan tes IELTS. Untuk seleksi AAS sendiri menurut saya yang paling berat adalah lolos dari tahap administrasi karena dari 5000-an atau lebih peserta akan disaring menjadi sekitar 500 orang saja yang tembus ke tahap wawancara. Sedangakan dari 500 an yang lolos ke tahap wawancara, hanya sekitar 250 orang yang akan diterima sebagai awardee. Jadi secara hitung-hitungan lebih besar pelung lolos jika sampai ke tahap wawancara karena tiap orang hanya tinggal mengalahkan satu orang lainnya saja.

Yang tidak megenakkan dari proses seleksi beasiswa adalah ketika waktu pengumuman karena sepanjang hari pikiran melayang-layang menunggu pengumuman. Sepanjang hari saya menanti email masuk karena di grup telegram sudah ramai karena ada yang menerima email kelulusan tapi juga banyak yang menerima email kegagalan. Sepanjang hari saya hanya me-refresh email sampai malam tapi tak kunjung ada email masuk hingga akhirnya saya tertidur. Saya terbangun sekitar jam 5 subuh kemudian mengecek email dan mendapati sebuah email masuk pada pukul 3.00 WITA dari Australia Awards Indonesia dengan subjek Shortlisted Notification 2019-2020. Membaca subjek email tersebut membuat saya salah kaprah mengira bahwa email tersebut ditujukan buat mereka yang masuk shortlisted sehingga saya segera membuka. Tetapi kemudian isi email tersbut adalah


Kata-kata maut yang ada dalam tiap email notifikasi beasiswa yang bisa membuat scholarship hunter nelangsa biasanya adalah we regret to inform You, atau your aplication has been unsuccesfull. Ini adalah kali kedua saya mendapat email dengan kata-kata menusuk hati seperti itu setelah sebelumnya dari Fulbright. Ternyata jatah gagal saya belum habis. Setelah gagal ke Amerika, kali ini gagal juga ke Australia.

Saya sedikit lega setelah mengetahui bahwa untuk tahun 2019 ada 6000 lebih pendaftar sedangkan yang akan diterima hanya sekitar 240-an orang saja. Ternyata ada banyak orang yang senasib dengan saya. Setelah melihat pembicaraan di grup telegram saya juga mendapati orang-orang yang sudah memiliki institusi tetap untuk bekerja dan nilai IELTS yang lebih tinggi tapi juga gagal di mana saat itu saya masih freshgraduate dengan pengalaman yang masih kurang. Akhirnya saya juga bisa menjadikan ini sebagai bahan introspeksi ke depannya bahwa jalan masih panjang. Masih banyak kesempatan. Perlu juga diketahui juga AAS memiliki kuota yang terbagi menjadi Tergetted Group dan Non-Targetted Group. Targetted-Grup adalah kelompok yang lebih diprioritaskan yang terdiri dari aplikan dari daerah tertinggal, orang yang bekerja dengan kedutaan Australia, dan pelamar yang bekerja di Instansi pemerintah Indonesia. Kuota beasiswa untuk Targetted Group adalah sampai 70% dari total kuota beasiswa di mana 30% persen dari kuota Targetted Group akan diprioritaskan bagi pelamar-pelamar yang berasal dari Aceh, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. AAS juga memberi akses yang sama buat pendaftar dengan disabilitas, jenis kelamin wanita, dan kelompok-kelompok marginal atau terpinggirkan. Melihat sebaran kuota ini, sebagai pelamar dari Non-Targetted group, peluang saya memang lebih kecil karena hanya memperebutkan kuota 30% dari 250 total beasiswa di antara 6000 lebih pendaftar. Untuk lolos dibutuhkan kualitas yang lebih outstanding, serta doa dan keberuntungan yang lebih. Ya, banyak orang yang mengatakan menjadi awardee beasiswa adalah juga masalah rejeki dan keberuntungan.

Berdasarkan informasi dari website resmi AAS, seleksi didasrkan pada kualitas personal dan professional, kompetensi akademik, dan yang terpenting adalah potensi untuk bisa berkontribusi dan memberikan dampak untuk perkembangan dan pembangunan Indonesia di masa depan. Para pelamar akan diberikan ranking dan akan diambil orang-orang terbaik berdasarkan perankingan tersebut. Ya, tentu saja mereka pasti akan mencari orang-orang yang potensial untuk diinvestasikan uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Oleh karena itu memang kembali lagi yang penting adalah kualitas diri.

Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa jika kita gagal, bukan berarti kita tidak layak. Hanya saja kita bukan orang yang mereka cari karena tiap sponsor beasiswa punya benang merah-nya sendiri untuk mencari kandidat terbaik menurut versi terbaik mereka. Personal attribute yang dicari AAS tidak sama dengan LPDP, Fulbright, atau Chevening misalnya dan begitu juga sebaliknya. Sehingga jika kita gagal di salah satu beasiswa, mungkin kita cocoknya dengan beasiswa lain atau mungkin saja belum waktunya. Tugas kita hanya mencoba dan mencari jalan kita adanya di sebelah mana. Sebagai contoh, mentor saya gagal di seleksi LPDP, New Zealand Awards Scholarship, dan Erasmus tetapi mendapatkan Fulbright, AAS, dan Chevening sekaligus. Sekarang beliau sementara mengenyam pendidikan di Vinderbilt University di negara bagian Tenesee Amerika Serikat lewat skema beasiswa Fulbright.

Intinya adalah terus belajar serta memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri dan tidak mudah menyerah ketika menemui jalan buntu. Sebagian besar orang yang berhasil melanjutkan studi dengan skema beasiswa selalu punya cerita kegagalan di baliknya. Tetapi pada akhirnya akan selalu sama, when there is a will (and persistence), there is a way!

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

A passionate medical doctor aiming to become forefront in medical practice, research and education.This blog is inteded to be a platform to share the beautiful and unforgetable journey in pursuing higher education abroad.

8 comments:

  1. Pak nyoba lagi aas tahun 2020 atau tidak? Krn sampai tgl infonya kok pengumumannya blum ada juga..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang belum pengumuman yah?? Saya kira sudah, karena sama sekali tidak ada infornya. Saya pikir mungkin karena saya tidak lulus. Semoga saja kita semua lulus yah .. aamiin

      Delete
  2. Halo kak gimana untuk tahun ini uda dapat email shorlisting dari aas belum ? Beberapa uda diinfo tgl 12 nov kemarin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tahun ini saya gak daftar AAS lagi mas, soalnya udah keterima LPDP

      Delete
    2. wah selamat mas, lpdp juga bagus...lpdp yang seleksinya baru-baru ini aja ya mas? Beasiswa ke luar / dalam negeri?

      Delete
  3. Wah salam kenal sebelumnya pak. Saya senasib juga saya sdh dapat daftar dr aas 2018 sd 2020 ttp gagal. Tahun 2021 skip dulu. Coba tahun depan lagi.

    ReplyDelete
  4. Terima kasih atas sharing nya kak, informasinya bermanfaat bagi saya yang berencana mendaftar AAS tahun ini :)

    ReplyDelete