Fistra Janrio`s Self Discovery

where I keep and share my stories and insights on the journey of pursuing higher education abroad

  • Home
Home Archive for November 2019
Memilih kampus terbaik untuk melanjutkan studi di luar negeri memang harus mempertimbangkan banyak hal. Ini tentu saja menyangkut masa depan sehingga perlu dipirkan matang-matang dan dengan dasar pertimbangan yang jelas.
Yang pertama harus dipikirkan adalah apakah kemampuan dan modal dasar kita kira-kira sudah memenuhi persyaratan minimal untuk mendaftar di universitas dan jurusan yang kita tuju. Mulai dari IPK di jenjang pendidikan sebelumnya sampai nilai sertifikat kemampuan berbahasa asing. Persyaratan ini dapat dilihat di masing-masing website universitas.
Sebagai contoh, kita ingin masuk di University of Oxford yang mensyaratkan predikat setara dengan first class (IPK >3,50) di jenjang pendidikan sebelumnya serta nilai IELTS all straight 7. Namun ternyata IPK sarjana yang kita miliki adalah 3,40 dan sertifikat bahasa Inggris overall 6.5. Dengan kata lain, kita tidak memenuhi syarat minimal yang ditetapkan sehingga kita harus mempertimbangkan ulang jika ingin mendaftar di University of Oxford serta mencari alternatif lainnya yang lebih affordable.
Sebenarnya tidak ada defenisi pasti atau parameter mutlak untuk menentukan kampus terbaik itu seperti apa atau harus bagaimana. Tiap orang punya preferensi serta pertimbangan sendiri dalam menentukan mana kampus terbaik untuk dirinya. Tetapi yang harus menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana memilih kampus yang kira-kira bisa membuat diri kita berkembang dan memaksimalkan potensi terbaik diri serta memenuhi visi dan tujuan jangka panjang kita.
Tentu saja ranking universitas dapat dijadikan salah satu pertimbangan, baik ranking universitas secara keseluruhan maupun ranking universitas untuk bidang ilmu tertentu. Semakin tinggi rankingnya, tentu saja kualitasnya semakin terjamin. Untuk mengevaluasi ranking kita dapat mengacu pada QS World University Ranking, Times Higher Education, atau Academic Ranking of World University.

Tetapi harus diingat baik-baik jika ranking universitas juga sebaiknya tidak dijadikan acuan mutlak. Ada lebih banyak pertimbangan yang sifatnya justru lebih fundamental dibanding hanya sekedar melihat peringkat.
Yang perlu dicermati adalah modul-modul atau mata kuliah yang ditawarkan di kampus yang kita tuju. Di luar negeri jurusan untuk sebuah rumpun ilmu bisa sangat beragam. Bahkan jurusan yang sama di dua universitas yang berbeda dapat menawarkan mata kuliah yang bisa sangat berbeda satu sama lain. Sehingga kita harus bijak memilih jurusan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, minat, passion, dan aspirasi jangka panjang kita. Pertanyaan penting yang perlu dijawab di sini adalah jurusan di universitas mana yang bisa membuat kita lebih berkembang nantinya. Menjawab pertanyaan ini lebih esensial dibanding sekedar melihat ranking universitas.
Selain itu, pilihan universitas juga dapat disesuaikan dengan minat riset kita. Sehingga kita dapat memilih kampus yang memiliki supervisor riset yang menggeluti bidang yang kita minati atau yang memiliki research impact yang tinggi. Fasilitas dan metode pembelajaran juga perlu dipertimbangkan.
Pertimbangan lain seperti suasana atau keadaan kota dan negara atau kenyamanan kampus juga tentu saja perlu mendapat perhatian. Hanya saja mungkin bukan menjadi bahan pertimbangan utama.
Setiap orang punya latar belakang dan aspirasi yang berbeda. Sehingga pendekatan untuk menentukan pilihan universitas terbaik juga sangat mungkin bervariasi. Oleh karena itu kembali lagi bahwa tidak ada patokan mutlak untuk mendefenisikan universitas terbaik. Mungkin yang lebih tepat adalah universitas yang pas, cocok, atau paling sesuai untuk kita.
Sebagai contoh, Pak Made Andi Arsana yang merupakan dosen Geodesi UGM yang banyak membagikan inspirasi dan menulis tentang pengalaman dan tips untuk kuliah di luar negeri (terutama Australia), pernah menulis di blog pribadinya mengenai pertimbangannya memilih kampus untuk S3. Beliau menyelesaikan studi S2-nya di University of New South Wales di Sidney. Dosen beliau menyarankan untuk tetap mengambil S3 di UNSW nantinya tetapi pada akhirnya memilih University of Wologgong (UoW) untuk studi doktornya. Universitas yang lebih kecil dan secara peringkat lebih rendah serta tidak lebih populer jika dibandingkan dengan UNSW. Tetapi Pak Andi dengan pasti dan yakin memilih UoW karena meyakini bahwa UoW justru akan membuatnya lebih berkembang di bidang ilmu yang ingin digelutinya ketimbang UNSW. Saya juga menyarankan Anda mengutak-atik website beliau untuk mendapat banyak informasi dan inspirasi seputar beasiswa dan kuliah ke luar negeri (terutama Australia) . www.madeandi.com
Seorang teman pernah bercerita bahwa ia memilih melanjutkan studi master di University of California San Fransisco (UCSF) dalam bidang clinical research. Dia ingin belajar mengembangkan teknologi yang bisa diaplikasikan di dunia medis. Dengan dasar pertimbangan tersebut, dia memilih UCSF karena di San Fransisco terdapat Silicon Valley. Tempat perusahaan-perusahaan start up terkenal dunia seperti Google, Yahoo, Apple, HP, Intel,eBay dan banyak lainnya berkumpul.
Walaupun saya diterima di delapan universitas di UK, saya pada akhirnya memilih UCL. Walaupun secara ranking memang termasuk universitas top dunia, tetapi saya memilih UCL karena menitikberatkan pada modul-modul yang ditawarkan selain karena menyesuaikan dengan daftar universitas tujuan LPDP. UCL menawarkan mata kuliah yang sangat cocok dengan latar belakang saya sebagai dokter yang ingin berkecimpung di dunia akademik dan klinik. UCL menawarkan modul yang komprehesif serta menyediakan mata kuliah yang dikhususkan bagi klinisi yang dibawakan di salah satu pusat jantung terbaik di benua biru.
Bisa menjadi bagian dari Harvard, Stanford, MIT, Oxford, atau Cambridge mungkin adalah sebuah kebanggan dan impian setiap orang. Hanya saja, berkuliah dan memilih universitas luar negeri tidak melulu soal nama besar dan ranking universitas. Akan tetapi jika kebetulan universitas terkemuka tersebut sesuai dengan pertimbangan dan tujuan jangka panjang kita, maka tentu saja akan jauh lebih baik.
Jadi apa pilihanmu?
Mother Theresa will always have her own place in humanity. She has shown us how loving other people can be started out from our simplest condition. One of her quotes has always been my favourite. She once said “Spread love everywhere you go. Let no one ever come to you without leaving happier”. From there I believe that every single one of us can offer something for our own society in creating a happier world. A world where we can see kindness as our own language in communicating with others.

I strongly believe that kindness is when we can use our lives to bring and shape positivity in other`s live since our lives have always been connected to others. We are not the sole owners of our lives. Some part of it belongs to others. In other words, our lives will be meaningful only if we can make a change to others` lives even if it only means bringing a simple tiny smile to their face. Kindness is something that needs real action, not a word to describe.

I have been admitted to several prominent universities in the United Kingdom for my master study and very enthusiast to start my international career. However, doing my duty as a doctor at a Community Health Centre (Puskesmas) in my hometown has brought major changes toward my perspective. As a doctor at the primary health care centre, I obtain many priceless opportunities to do medical service in the field for people from different social and economic backgrounds, particularly in the remote areas. It made me understand that I had been thinking too far and ignoring my local society that actually needs me more.

During my duty in the field, I have encountered people with different problems. Some of them were elderlies who could not go to Puskesmas on their own since their family and relatives are living in another cities. Some other elderlies could not seek for medical assistance because their physical conditions prevent them to do so.

I am also conducting health promotion and disease screening on elementary and high school students. Many of those schools are located in the distant areas. Many students go to school every day with dirty worn-out clothes and without wearing shoes. They must go to school earlier since they have to walk to their schools which are located several kilometres away from home. Therefore, they often do not put enough attention to their physical cleanliness and health making them susceptible for many health problems.

I then realized that if I need to give attention and kindness to society, here is exactly where I have to start. Creating a kinder society has to be started right from where we stand and from the simplest thing that we able to do. As for me, I always try to be a good listener for every problem of my patients because sometimes the patients only searching for the people who want to be their problem listener. I endeavour to provide service with the best knowledge and skill that I have. I carefully examine the students and refer them to Puskesmas if they may need further examination or treatment.

I once encountered an old woman who was suffering for Chronic Heart Failure. She had never been to church anymore for years because she had to walk uphill. I carefully listened to her complaints and gave her proper medication and advice. At the end, I gave her a high-five to cheer her up. It was heart-warming when she said “Thank you doctor. Hope to see you again” while smiling before leaving.

Everyone has their own potential to contribute in delivering kindness to our surroundings regardless their background or occupation. Thus, do not wait until anyone manage to start it. We have to start it ourselves from now on. I believe that kindness is contagious, no matter how little it is. It will spread like a virus and become a trigger for other people to do the same thing. That is why creating society full of kindness will always start from ourselves. If every single one wants to take responsibility as kindness provider, we will be the host of a better world.


Essay ini ditulis dalam rangka mengikuti International Essay Writing Contest yang diadakan oleh Goi Peace Foundation Japan dengan tema Creating Society Full of Kindness. Kontes ini diikuti 20.657 kontestan dari 157 negara. 

Personal Statement (PS), sering juga disebut Motivation Letter dan Statement of Purpose, adalah dokumen wajib jika kita hendak mendaftar untuk sekolah S2 dan S3 di luar negeri. PS perlu dipersiapkan sebaik mungkin karena pihak penyeleksi mahasiswa akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi kelayakan kita untuk diterima sebagai mahasiswa bersama dengan dokumen aplikasi lainnya.

Ada banyak tulisan yang beredar di internet mengenai bagaimana menulis PS yang baik. Beberapa bahkan menguraikan apa saja yang harus ditulis di paragraf 1, paragraf 2, dan berbagai petunjuk teknis yang lainnya. Saya tidak akan berfokus pada persoalan teknis karena akan membuat kita cenderung terpaku pada sebuah pola dan sulit berimprovisasi. Setiap orang punya keunikan dan cara sendiri dalam menyampaikan PSnya. Namanya saja personal statement, jadi penulisannya sangat tergantung personal attribute masing-masing orang.

Pertama-tama perlu diketahui bahwa terkadang universitas tertentu memberikan batasan atau format penulisan PS khusus. Misalnya jumlah maksimal huruf atau karakter, atau membatasi PS dalam 1 atau 2 halaman saja. Sehingga kita harus aktif mengutak-atik website universitas tujuan kita untuk memahami format tulisan yang mereka inginkan. Walaupun sebagian besar kampus juga memberikan kebebasan bagi pendaftar untuk menuliskan PS mereka. 

Modal utama saya dalam menuliskan tulisan ini adalah pengalaman karena saya bukan ahli serta tidak memiliki kualifikasi formal dalam hal penulisan. Tetapi saya memiliki pengalaman menulis Personal Statement yang membuat saya diterima di delapan universitas di Inggris dan Skotlandia serta satu program shortcourse di Belanda. Sehingga dari pengalaman itu, mungkin ada yang bisa saya bagikan lewat tulisan ini.

Yang pertama harus dimiliki adalah tujuan yang jelas dan terukur. Sebelum menulis PS kita harus memahami dan mengenal diri kita terlebih dahulu. Mengapa kita ingin sekolah lanjut, mengapa harus di kampus atau negara itu, ke mana hasil studi itu akan membawa kita nantinya, serta apa yang ingin kita lakukan dengan ilmu yang akan kita pelajari di program studi itu ke depannya. Kalau boleh saya simpulkan secara sederhana, inti dari menulis PS adalah menyampaikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas kepada penyeleksi mahasiswa di kampus tujuan kita dalam sebuah essay, Personal Statement. Sehingga menulis PS adalah suatu bentuk apresiasi mengenai apa yang sudah kita lakukan di masa lalu, masa kini, dan bagaimana kita memproyeksikannya ke masa depan.

Penulis yang baik adalah juga pembaca yang baik. Membaca banyak informasi seputar PS akan makin membuka wawasan bagaimana menulis PS yang baik. Menulis PS bukan hanya persoalan tata bahasa tetapi juga konten tulisan sehingga memiliki pengetahuan terhadap kedua hal tersebut akan menjadi nilai plus tersendiri. So grammar, vocabulary or structure do matter! Sebelum menulis PS, kita harus membaca dan melakukan riset mandiri mengenai negara, universitas, dan jurusan yang ingin kita pelajari. Apa kelebihan dan kekurangannya dibandingan dengan yang lainnya. Memiliki informasi-informasi tersebut tentu saja akan memberi kesan kepada universitas tujuan bahwa kita mengerti apa yang kita inginkan. Sehingga menulis PS memang tidak bisa pakai sistem kebut semalam. 

Yang paling penting adalah menulis PS dengan jujur. Ini bukan tentang apakah kita akan ketahuan hanya sekedar copy-paste atau sekedar mengada-ada dan melebih-lebihkan cerita agar terkesan outstanding. Menulis PS adalah tentang passion. Menulis dan mempersiapkan PS dengan apa adanya menunjukkan bahwa kita memiliki keseriusan, dedikasi, serta visi masa depan yang jelas. Saya pun meyakini bahwa yang akan membaca PS yang kita tulis bukan orang baru. Membaca PS sudah menjadi piece of cake mereka. Oleh karenanya, perlu untuk mereview kembali hal apa saja yang sudah dan sedang kita lakukan. Entah itu aktivitas terntentu atau prestasi serta kelebihan atau keunikan yang dapat kita sampaikan yang menjadi faktor pembeda melalui tulisan PS kita. Menulis PS adalah bagian dari mengenal diri sendiri. Sehingga hanya copy-paste akan membuat kita melewatkan kesempatan emas untuk mengenal lebih jauh diri sendiri. Just enjoy the process! 

Yang juga tak kalah penting dalam menulis PS adalah meyakinkan pihak penyeleksi mahasiswa bahwa kita adalah kandidat yang cocok dan layak diberikan tempat. Ini bisa sedikit tricky. Kita bisa meng-highlight background dan prestasi akademik atau riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan jurusan tujuan. Hindari memberikan informasi yang sifatnya self-proclaimed, mengambang dan normatif. Kalimat seperti “I have a strong academic background also dedication and passion in this field” memberikan kesan hanya sekedar klaim pribadi tanpa bukti yang bisa diukur oleh pembaca. Bandingkan dengan “During my undergraduate study, I have more than 3 years of experience as teaching assistant in this field. Moreover, I also have became a semifinalist in a national competition and published an articel in a scientic journal”. Pada kalimat tersebut kita tidak bertele-tele mengklaim bahwa kita layak diterima tetapi menyampaikan contoh praktikal yang dapat langsung membuat pembaca berfikir bahwa kita memiliki sesuatu yang layak dipertimbangkan.

Dalam mendaftar studi postgraduate kita akan bersaing dengan pendaftar lainnya dari berbagai negara. Mereka pasti juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tetapi harus selalu diingat bahwa setiap orang pasti memiliki keunikan personalnya masing-masing. Tugas kita adalah menemukannya dan bagaimana mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik sehingga membuat para penyeleksi mahasiswa berpikir bahwa You are the right person!
Subscribe to: Posts ( Atom )

ABOUT AUTHOR

Flag Counter

LATEST POSTS

  • Begini Cara Agar Diterima Oleh Universitas Luar Negeri
    University of Cambridge - Salah satu universitas terbaik di dunia Sudah lama saya ingin berkuliah di luar negeri. Buat saya pendidikan...
  • My LPDP Story - Pengalaman Mengikuti Seleksi Administrasi LPDP
    Dua cerita kegagalan dengan AAS dan Fulbright akhirnya membawa saya kepada LPDP. LPDP sebenarnya adalah beasiswa prioritas utama saya sejak...
  • Kuliah ke Luar Negeri Pakai TOEFL atau IELTS?
    Tes bahasa adalah syarat mutlak jika seseorang ingin melanjutkan sekolah atau bekerja di luar negeri. Tes ini sendiri bertujuan untuk menja...
  • My LoA Story - Akhirnya Saya Mendapatkan LoA
    Setelah semua persyaratan berhasil saya selesaikan, akhirnya saya mulai mendaftarkan diri saya ke berbagai universitas. Saya menyelesaikan ...
  • My LPDP Story - Pengalaman Menghadapi dan Tips SBK LPDP 2019
    Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Ko...
  • My AAS Story : Menghabiskan Jatah Gagal
    Australia Awards Scholarship (AAS) adalah salah satu beasiswa luar negeri yang paling populer. Menurut saya ada banyak hal yang membuat...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 2 LPDP 2019 di Makassar
    Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema bea...
  • My Fulbright Story - Kegagalan Pertama Berburu Beasiswa
    Mengejar beasiswa penuh untuk studi lanjut memang bukan hal yang mudah. Dibutuhkan ketekunan, dedikasi, mental kuat yang siap menerima kega...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 1 LPDP 2019 di Makassar
    Setelah melalui wawancara 2 serta verifikasi dokumen, jadwal saya selanjutnya adalah wawancara 1 pukul 16.20 tanggal 14 Agustus 2019. Jedan...
  • My IELTS Story - Berbagi Pengalaman Belajar Otodidak dan Tes IELTS di IDP Makassar
    Setelah saya dinyatakan lulus Ujian Kompetensi Dokter batch 4 tahun 2018 pada awal Desember 2018, saya langsung tancap gas untuk persiap...

Blogger templates

Instagram

Find me on Instagram @fistrajanrio

Blog Archive

  • November 2020 (1)
  • October 2020 (1)
  • January 2020 (1)
  • December 2019 (1)
  • November 2019 (3)
  • October 2019 (1)
  • September 2019 (8)
  • August 2019 (3)
  • July 2019 (3)
Powered by Blogger.

Search This Blog

Report Abuse

  • Home

About Me

My photo
Fistra Janrio Tandirerung
A passionte doctor with interest on health practice, education, and research. I made this blog to share valuable information and insights on important events and to help those who aspire for higher education abroad trough scholarship.
View my complete profile

Belajar IELTS Otodidak. Mungkinkah?

source: freepik.com Kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, adalah syarat mutlak untuk melanjutkan studi di luar negeri. Syarat ...

Contact Form

Name

Email *

Message *

Latest Posts

  • My LPDP Story - Pengalaman Menghadapi dan Tips SBK LPDP 2019
    Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Ko...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 2 LPDP 2019 di Makassar
    Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema bea...
  • My LPDP Story - Pengalaman Mengikuti Seleksi Administrasi LPDP
    Dua cerita kegagalan dengan AAS dan Fulbright akhirnya membawa saya kepada LPDP. LPDP sebenarnya adalah beasiswa prioritas utama saya sejak...

Blogroll

Flickr

About

Copyright 2014 Fistra Janrio`s Self Discovery.
Designed by OddThemes