Fistra Janrio`s Self Discovery

where I keep and share my stories and insights on the journey of pursuing higher education abroad

  • Home
Home Archive for September 2019
Pengalaman pribadi saya mengikuti wawancara sudah saya tuliskan dalam dua artikel sebelumnya. Tapi harus diingat baik-baik bahwa pengalaman yang saya tuliskan jangan sekali-kali dijadikan patokan untuk menghadapi wawancara Anda. Tulisan tersebut hanya bertujuan untuk memberikan gambaran seperti apa jalannya wawancara LPDP serta kemungkinan hal yang ditanyakan dan digali. Belum tentu pakaian orang lain cocok di badan Anda. Saya yakin bahwa wawancara Anda akan punya jalan ceritanya sendiri karena pewawancara dan yang diwawancarai adalah orang yang jelas berbeda. Tiap interviewee punya personal attribute dan track record -nya masing-masing.

Sebelumnya, saya hanya ingin menegaskan bahwa saya bukan orang yang hebat-hebat amat. Saya tidak merasa saya lebih baik dari siapapun yang membaca tulisan saya. Sangat mungkin bahwa Anda punya kapabilitas yang lebih baik dibandignkan saya. Saya hanya beruntung karena telah lebih dulu melaluinya daripada Anda sehingga ada sesuatu yang mungkin bisa saya bagikan. Oleh karena itu, selain sebagai sarana berbagi, tulisan ini juga menjadi media pembelajaran saya untuk tetap berusaha meningkatkan kualitas diri.

Berdasarkan pengalaman saya dan pengalaman orang lain yang saya pelajari selama proses seleksi, LPDP akan mencari orang-orang yang dapat berkontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara di masa depan. Oleh karena itu, mereka akan memastikan bahwa tahapan-tahapan seleksi akan menargetkan orang-orang yang memiliki potensi untuk secara langsung mengambil peran dan terlibat bagi kemajuan bangsa di berbagai sektor. Sebenarnya tujuan ini identik dengan beasiswa-beasiswa luar negeri lainnnya secara umum.

Apa saja yang mereka akan galih untuk memastikan kandidat yang mereka pilih adalah orang yang tepat? Tentu saja saya tidak punya kualifikasi formal untuk menjawab pertanyaan ini. Tetapi berdasarkan pengalaman saya pribadi dan mempelajari pengalaman orang lain serta berdiskusi dengan mentor-mentor saya, saya bisa sedikit mencari benang merahnya.

Namun juga harus diingat baik-baik, bahwa mencari beasiswa ke luar negeri mirip-mirip dengan mencari jodoh. Banyak misteri di baliknya. Ada banyak orang yang hebat yang sepertinya mempunyai semua yang dibutuhkan untuk mendapatkan beasiswa, tapi entah kenapa malah berakhir gagal. Sebaliknya, ada orang yang nampaknya biasa-biasa saja tapi justru di luar dugaan bisa menjadi awardee beasiswa. Hanya saja, yang sudah pasti gagal adalah mereka yang tidak atau takut mencoba. 

Tetapi tentu saja ada pola tertentu yang bisa kita pelajari dari perjuangan orang-orang yang berhasil meraih beasiswa ke luar negeri. Saya mencoba menguraikannya berdasarkan pengalaman saya yang masih sangat terbatas yang semoga saja bisa membantu.
Track Record Pendidikan
Harus diakui bahwa tuntutan studi di luar negeri lebih berat daripada di Indonesia. Oleh karenanya, para panelis akan memastikan bahwa kita memiliki kemampuan minimal untuk dapat menghadapi tuntutan akademik di luar sana. Bagaimana caranya? Ya tentu saja dengan melihat riwayat pendidikan kita pada jenjang pendidikan sebelumnya. Berapa IPKnya? Berapa lama masa studinya? Adakah nilai yang bermasalah? Apa saja yang pernah dilakukan semasa studi? Pengalaman riset dan mengajar atau pernah student exchange dan mengikuti konferensi sebelumnya?
Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya bukan orang yang hebat-hebat amat. Di jenjang pendidikan sarjana dan profesi ada banyak orang yang IPKnya di atas saya. Saya tidak menyandang predikat mahasiswa atau lulusan terbaik. Saya tidak punya pengalaman student exchange. Saya belum pernah mempresentasikan penelitian saya apalagi mengikuti konferensi di luar negeri. Saya tidak punya banyak pengalaman organisasi. Banyak orang seusia saya yang CVnya sudah penuh dengan hal-hal yang fantastis. Tetapi saya meyakini LPDP tidak hanya melihat dan mempertimbangkan satu hal saja. Oleh karena itu, tugas kita adalah mencari hal-hal postif yang bisa kita jual kepada  para panelis. Setiap orang pasti punya kelebihannya masing-masing. Itulah mengapa dalam proses seleksi beasiswa, kemampuan mengenal diri sendiri juga merupakan modal sangat penting.

Visi yang Jelas
Persamaan lain yang saya lihat ada pada orang-orang yang berhasil memenangkan beasiswa adalah mereka memiliki perencanaan yang jelas. Mereka tahu hal-hal apa yang mereka ingin capai ke depan. Tidak hanya sampai di situ, mereka tahu dengan jelas apa yang dibutuhkan dan bagiamana pendekatan-pendekatan untuk mencapainya. Mereka punya target 5 tahun atau 10 tahun ke depan.
Ini hal yang sangat penting. Tidak mungkin sponsor beasiswa akan mempercayakan uang yang jumlahnya begitu besar kepada orang yang tidak tahu tentang apa yang akan dilakukannya di masa depan. That`s totally a terrible way to waste a gigantic amount of money.

Pengenalan Diri dan Good Self Esteem
Ini juga tidak kalah penting. Kemampuan mengenali dan memetakan kelebihan serta kekurangan diri sendiri seperti yang sudah saya singgung sebelumnya. Berangkat dari sana, tentu saja kita bisa belajar bagiamana menyiasati kekurangan kita. Keyakinan pada kemampuan diri sendiri tanpa menjadi arogan dan merasa lebih baik atau lebih layak daripada orang lain adalah sebuah karakter yang penting dimiliki. Berdasarkan diskusi bersama dengan teman dan mentor saya yang sudah pernah memenangkan AAS, Fulbright, Chevening, dan pernah mengikuti wawancara LPDP, saya bisa mencoba sedikit mamahami bahwa LPDP mencari orang-orang yang punya self confident yang baik, tetapi di saat yang sama juga memilki kerendahan hati serta terbuka terhadap masukan dan pemikiran-pemikiran orang lain. Track record pendidikan dan visi yang jelas harus dibarengi dengan kepribadian dan karakter yang baik.

Kesesuaian Rencana Studi dengan Riwayat Pendidikan/Pekerjaan
Ini tidak lepas dari kontribusi yang bisa lakukan selepas studi. Akan lebih masuk akal jika seseorang melanjutkan studi yang linear dengan studi di jenjang sebelumnya. Tetapi jika tujuan studi mungkin agak melenceng dari jenjang pendidikan sebelumnya, Anda harus bisa meyakinkan panelis bahwa Anda tetap dapat  menyelesaikan pendidikan dan berkontribusi di bidang yang Anda dalami nantinya. Ini bisa dikaitkan dengan riwayat pekerjaan sebelumnya.

Nasionalisme dan Pemahaman Terhadap Isu-isu Nasional
Bagian ini juga merupakan hal krusial terkusus di seleksi LPDP. Di skema beasiswa luar negeri lainnya, jarang sekali ada panelis yang secara khusus mengeksplor rasa cinta tanah air serta pemahaman peserta terhadap sejarah nasional dan memilki concern terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia. Selain itu, kita dituntut tidak hanya memahami persoalan negara dan bangsa tetapi juga mampu menentukan sikap dengan didasari oleh justifikasi yang rasional serta kontribusi pemikiran mengenai isu-isu kebangsaan tersebut.

Harus kembali diingat bahwa tujuan LPDP melalui pembiayaan pendidikan adalah menghasilkan pemimpin-pemimpin dan profesional masa depan di berbagai bidang untuk membantu pembangunan Indonesia. Sehingga, memiliki pemahaman serta kepekaan yang baik mengenai isu-isu nasional yang sedang terjadi  di Indonesia menjadi mutlak dimiliki.

Berangkat dari hal-hal di atas, saya merangkum beberapa tips yang mungkin bisa dipertimbangkan sebelum menghadapi seleksi wawancara LPDP: Lagi-lagi, ini berangkat dari pengalaman pribadi saya yang Anda boleh setuju, boleh juga tidak.
1. Jadilah diri sendiri. Tentu boleh-boleh saja mempelajari pengalaman orang lain. Pengalaman adalah guru yang paling baik, entah itu pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Tetapi jangan sekali kali menjadikan itu sebagai acuan apalagi meniru dan berharap jalannya wawancara akan sama dengan orang lain
2. Bersikap apa adanya dan jujur. Ini mungkin hal yang sangat klise, tapi memang begitulah adanya. Sampaikan semua pikiran dan jawaban secara jujur, orisinil, dan tidak mengada-ngada. Saya yakin wawancara yang jujur akan berjalan secara lebih natural. Panelis yang kita hadapi adalah orang-orang yang profesional di bidangnya. Mengarang-ngarang cerita sama dengan menggali kuburan sendiri. Apalagi salah satu di antara mereka adalah psikolog. Saya pun yakin bahwa mereka sudah terbiasa mewawancara banyak kandidat dan cukup mampu membedakan mana yang potensial dan mana yang tidak.
3. Jangan memberikan jawaban yang normatif. Ketika ditanya kenapa ingin sekolah lanjut? Hindari memberikan jawaban yang terlalu umum seperti “karena saya ingin mengembangkan diri saya”. Jawaban seperti itu selain kurang meyakinkan juga tidak menunjukkan kita memilki konsep diri dan visi yang jelas. Kita harus bisa memberikan jawaban yang spesifik dan didasari oleh dasar berpikir yang jelas. Sebisa mungkin sertakan data pendukung yang bisa lebih meyakinkan panelis bahwa kita tahu apa yang akan kita hadapi.
4. Cari sebanyak mungkin informasi. Jawaban yang meyakinkan selalu datang dari pikiran yang memiliki dan memahami banyak informasi. Misalnya jika berkeinginan menjadi dosen jangan hanya selesai dengan jawaban ingin menjadi dosen. Cari tahu mau jadi dosen di mana, alasannya apa, kenapa tidak di tempat lain, berapa jumlah dosen di sana, berapa jumlah dosen dengan bidang keilmuan yang akan Anda pelajari, bagaimana strategi supaya Anda bisa diterima sebagai dosen dan sebagainya. Hal ini juga berlaku pada masalah rencana riset.
5. Buat catatan dan daftar pertanyaan yang mungkin ditanyakan serta pikirkan bagaimana menjawabnya dengan baik. Saya dulu membuat list pertanyaan pada sebuah buku khusus. Saya membuat hampir 100 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan tentang masalah akademik, psikologi dan karakter,future plan, sampai nasionalisme
6. Buat simulasi wawancara (mock interview) dengan orang yang lebih berpengalaman. Saya pribadi merasakan bahwa simulasi ini sangat bermanfaat. Untungnya saya memilki mentor yang membantu saya dalam simulasi wawancara ini. Mock interview membantu saya menjadi lebih siap, lebih percaya diri, dan memperoleh gambaran bagaiamana jalannya wawancara.
7. Usahakan sudah membuat komunikasi dengan kampus tujuan. Ini menunjukkan bahwa kita memiliki keseriusan dan inisiatif. Berusahalah untuk menghubungi dari jauh-jauh hari bukan saat menjelang wawancara. Ini memang harusnya berangkat dari kesadaran dan keseriusan pribadi. Bukan hanya karena ingin meyakinkan pewawancara.
8. Hindari berfokus pada diri sendiri. Poin ini saya pelajari dari mentor saya. Jangan fokus menceritakan kehebatan diri sendiri atau prestasi pribadi. Ini memang agak tricky. Tentu saja menyampaikan kelebihan boleh-boleh saja. Saya sama sekali tidak mengatakan tidak boleh. Tapi harus berhati-hati sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa kita adalah orang yang mencari kehebatan diri sendiri, arogan, atau mencari pengakuan. Kembali lagi yang penting dari hasil studi kita melalui skema beasiswa adalah bagaimana kita memberi dampak bagi orang lain. Sehingga berikan porsi yang lebih besar mengenai kontribusi kita sebelumnya dan apa yang akan kita lakukan demi kebaikan orang lain atau masyarakat nantinya.
9. Pertahankan eye contact. Ketika menjawab usahakan pandangan jangan ke mana-mana. Berusahalah agar komunikasi berjalan baik dengan menjaga kontak mata dengan pewawancara. Sesekali lihatlah juga mata pewawancara lain walaupun bukan mereka yang memberikan Anda pertanyaan.
10. Jangan memotong pembicaraan pewawancara. Saya kira ini tidak perlu saya jelaskan lebih lanjut.
11. Berusahalah mengarahkan jalannya wawancara. Jangan sampai kita terjebak atau dipojokkan oleh pertanyaan-pertanyaan pewawancara sehingga akhirnya kita menjawab dengan pola defensif. Akibatnya, kita tidak bisa mengeluarkan jawaban-jawaban terbaik kita. Berusahalah menguasai jalannya wawancara. Buat pewawancara masuk pada ritme kita, bukan sebaliknya. Jadikan wawancara sebagai panggung untuk meceritakan mimpi, cita-cita, atau harapan kita untuk Indonesia jika kita diberikan kesempatan untuk sekolah lanjut. Berikan jawaban-jawaban yang meyakinkan untuk meminimalisir petanyaan-pertanyaan susulan. Ini memang terkadang bisa cukup sulit dilakukan dan juga tergantung pada karakter pewawancara yang dihadapi. Tetapi sebisa mungkin berikanlah kesan meyakinkan dan antusias pada pewawancara.
12. Be unique. Ingat bahwa para pewawancara akan mewawancarai banyak kandidat. Kita mungkin adalah orang kesekian yang diwawancarai pada hari itu. Oleh karena itu kita harus punya sesuatu yang bisa menarik perhatian para panelis untuk mempertimbangkan kita menjadi awardee. Mulailah bertanya pada diri sendiri apa saja kira-kira yang bisa kita tonjolkan yang mungkin tidak ada pada orang lain. Sell your own story! Pewawancara juga masih manusia biasa yang sisi emosionalnya bisa kita gugah melalui keunikan dan cerita pribadi kita yang bisa menunjang rencana studi dan karir ke depannya. Tapi jangan sampai menjadi lebay sehingga wawancara berubah menjadi sesi curhat atau nangis-nangis bombay. Pertanyaan penting yang perlu direnungkan di sini adalah “Mengapa mereka harus memilih kita dibandingkan peserta lain? Mengapa kita harus dipertimbangkan untuk menerima beasiswa ini?
13. Perbanyak doa. Last but not the least. Intinya saya yakin bahwa sebaik-baiknya usaha adalah usaha yang dibarengi dengan doa. Berikan juga ruang seluas-luasnya untuk Tuhan “menemani” kita dalam prosesnya.

At last, I wish you all the best of luck!! Hari ini mungkin Anda berada pada fase di mana Anda membaca kisah perjuangan orang lain. Semoga di masa depan, Anda-lah yang akan membagikan cerita Anda sendiri untuk orang lain.

Setelah melalui wawancara 2 serta verifikasi dokumen, jadwal saya selanjutnya adalah wawancara 1 pukul 16.20 tanggal 14 Agustus 2019. Jedanya cukup jauh dari wawancara 2 yang sudah selesai jam 8.30 pagi dan Verdok pukul 9.30. Saya hanya menunggu giliran saya di dalam Gedung GKN II Makassar sambil berkenalan dan bercerita dengan sesama peserta. Saya sebenarnya merasa lapar, tapi entah kenapa merasa enggan untuk beranjak mencari makan waktu itu. Singkat cerita, saat waktunya tiba kami 6 orang dipanggil untuk bersiap mengikuti sesi wawancara 1 di lantai 6. Kami diarahkan menuju lantai 6 melalui lift. Mungkin itu adalah moment paling menegangkan berada di dalam lift selama hidup saya. Tetapi kami berenam hanya mencoba bercanda satu sama lain.

Sesampainya di depan ruang wawancara di lantai 6, kami masih harus duduk di ruang tunggu menunggu dipanggil. Saya mungkin menunggu sekitar setengah jam di ruang tunggu di depan ruang wawancara sebelum dipanggil. Ruangan untuk wawancara 1 lebih luas dibandingkan tempat saya wawancara 2 sebelumnya. Jadi walaupun terdapat 6 meja wawancara di satu ruangan, ruangannya cukup luas sehingga saya bisa fokus terhadap wawncara saya tanpa terganggu proses wawancara yang sedang berlangsung di meja lainnya. Di tiap meja wawancara sudah duduk masing-masing 3 orang panelis. Dua orang adalah profesional atau akademisi sedangkan satunya lagi adalah psikolog. Itulah sebabnya kita sebaiknya menjawab sejujurnya dan apa adanya karena akan ada psikolog yang mengamati jawaban dan gerak-gerik kita sepanjang jalannya wawancara. Sejauh yang saya ketahui, LPDP adalah satu-satunya beasiswa yang dalam wawancara melibatkan psikolog untuk menilai psikologi serta karakter para interviewee.

Ketika saya dipanggil masuk, saya melihat dari kejauhan 3 panelis yang akan mewawancara saya. Kelihatannya mereka bertiga ramah dan tidak mengintimidasi. Saat saya sampai di depan meja wawancara, saya mengucapkan salam dan menyalami ketiga panelis lalu menunggu dipersilahkan duduk. Pewawancara saya saat itu terdiri dari satu orang laki-laki berkacamata yang duduk di tengah, sedangkan di sebelah kiri dan kanannya adalah ibu-ibu berjilbab. Saya tidak tahu awalnya mana yang psikolog dan mana yang akademisi/profesional, tapi seiring berjalannya wawancara saya bisa mengetahui yang mana berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ke saya. Untuk memudahkan, saya memberi kode A (bapak akademisi), B (ibu psikolog), dan C (ibu akademis/profesional perwakilan LPDP). Karena saya adalah pelamar beasiswa tujuan luar negeri, maka seluruh jalannya interview saya menggunakan bahasa Inggris 100%.

Si Bapak (A) yang duduk di tengah berbicara lebih dahulu dan memperkenalkan namanya dan kedua rekannya. Sayangnya tidak butuh waktu lama untuk saya melupakan nama ketiga pewawancara saya tersebut. Mungkin karena konten wawancara yang  cukup berat. Sejauh yang saya bisa ingat dan recall kembali, wawancara saya kurang lebih berlangsung sebagai berikut:
A : Before the interview starts, I would like to record our conversation. Is that okay?
S : Okay Sir
A : So please introduce yourself, education background, occupation, and also your study plan!
S : Thank you sir. First of all, I`d like to say thank you very much for letting me going trough to this interview phase. Well, my full name is Fistra Janrio Tandirerung. My nick name is Rio. I am a Medical Doctor currently working in Puskesmas Ge`tengan in Tana Toraja Regency. I was graduated from Tadulako University School of Medicine and I would like to continue my study to University College London taking Master of Cardiovascular Science or science regarding heart and blood vessel.
A : Why do you choose UCL?
S : Thank you, Sir. Actually there are a lot of things that I put under my consideration when I choose UCL as the next institution for my master study. The first one, the most general one, is the ranking or instituion reputation. According to the QS World University ranking 2020, UCL is on the 8th position of the world best universities. Moreover, according to the Times Higher Education, UCL also ranked 8th position regarding preclinical, clinical, and health science. However, my main consideration was actually given to the modules that UCL provides. UCL provides very holistic and comprehensive modules regarding cardiovascular. UCL provides not only basic science regarding molecular and celular but also clinically related modules. Thus, it will give me good grounding regarding how cardiovascular sytem normally works and how any particular diseases may develop.  The next reason is their mode of learning. One of the modules which is congenital heart disease will be deliverd trough anatomical approaches which is the best method in learning congenital heart diseases because congenital diseases is a structural anomaly. This suits me very well because during my undergraduate study, I have more than 3 years exprience as teaching assistant in the department of Anatomy in Tadulako University and my bachelor thesis was about anatomy. And the last, they provide a module called Clinical Cardiology which will emphasize on how we can applicate the cutting edge approaches and knowledge in cardiovascular science into clinical life. I think this is a very fundamental module, because the core of knowledge is how we can transfer our knowledge and applicate it to solve the problems in the clinical field.
A : Do you have any experience regarding cardiovascular?
S : Yes sir. During my time working as doctor in Puskesmas, I found a lot of people mostly elderly suffering for cardiovascular diseases. Most of them having hypertension. I once had a patient. I remember her name. She is Mrs. Maria, she is suffering for Chronic heart failure. Thus she had never been to church anymore because if she wanted to go to church she had to walk uphill. It will make her out of breath. Morever, cardiovascular disease remain world deadliest killer worldwide including in Indonesia. So cardiovascular is not only a health problem but also gives us social problem.
A : So dont you think it is better that we work more from public health perspective emphasizing on prevention?
S : Thank you sir. Actually I agree with you that prevention is good approach because trough good prevention means, we can prevent cardiovascular disease from happening. Unfortunately, no matter how good we try to prevent there will always people suffering for cardiovascular diseases. So as a doctor, I will be required to manage the disease from preventing any disease from happening, treating people who already have cardiovascular diseases, and perform rehabilitation for those who already have complication. And If i given a chance to study, i will learn about cardiovascular science and disease. I will learn about how cardiovascular system normally works, and how it can develop to become a disease. Therefore, I will have knowledge about how we can prevent a disease , how to treat people and also how to maka rehabilitation for people with cardiovascular diseases.
A : So, do you want to be a academician or practioner?
S : Actually, I want to be both sir. Upon the completion of my study, I`d like to work in a hospital in Palu city as a Medical Staff particularly in Internal Medicine Department. Therefore, I can applicate the knowledge I got from the courses that I learn from my master study. I will also have more opportunity to learn more about clinical knowledge from the specialist. But, I also want to be a lecturer because I love learning and teaching. I want to be a lecturer in the institution where I graduated from, Tadulako University.
A : Have you contacted any staff in Tadulako University regarding your intention to become a lecturer?
S : To be honest, I have not Sir. It is because there still a chance that I wont be accepted by LPDP. I am just afraid that if I tell my lecturers that I want to be a lecuterer but at the end of the day I failed in this selection. Therefore, I plan to tell them about my intention when I have given a chance to win this scholarship so I can make more effective communication with them. But I think I have a good access to become a lecturer in Tadulako University because I have good relationship with my lecturers in the faculty. My dean and my vice dean themselves wrote me recommendation for university admission and for scholarship application and they give me full support. My supervisor during my duty as teaching assistant in the Anatomy Department is also the Vice Dean of Academic Affair. Moreover, in Tadulako Univeristy, there is only one lecturer by now whom field of expertise is in cardiovascular science.
A : You already have an unconditional offer from UCL. So have you contacted any professor or staffs in UCL?
S : Yes, Sir. I have actually contacted two people in UCL. One is the programme administrator, Mrs. Joanna Pajerska and A research supervisor, Dr. Ann Walker. I discussed about how can I contact my potential supervisor to discuss my research but they said that the master students do not have to make their own research proposal since UCL offers a pool of research programmes for the students and they will be asked to pick three projects in order of preference. Then, the project coordinator will match the project with the students` interest. Dr. Ann also gave me the example of research project for 2018-2019 academic year because the projects for the following academic years have not been released yet. If you don`t mind, I can give you the proof of my email.
Saya menawarkan untuk memperlihatkan bukti korespondesi saya dengan pihak UCL, tapi para panelis tidak memintanya dan melanjutkan wawancara

A : So there will be double grant or not?
S : Based on the information I got from the programme administrator, there won`t be double grant because the research project and the Clinical Cardiology course, which will be taken off-campus in Barts Heart Center, are already included in the tuition fee, Sir. So there will not be double grant.
A : Okay I undestand. (sambil menganggukkan kepala) If after finishing your master study then you are offered any chance  and grant to take PhD. Will you take it?
Menurut saya, Ini adalah pertanyaan untuk menguji saya apakah setelah saya selesai studi akan langsung kembali ke Indonesia atau tidak
S : To be honest, it would be wonderful . However, I think I would be coming back to Indonesia first to secure my position in Tadulako University
A : I see here on your CV that you entered Tadulako University in 2012 and finished you bachelor in 2016. So can you say how you can finish your study on time?
S : Actually, I just want to be a good doctor, Sir. But, my experience as teaching assistant  in Anatomy Department helps me to obtain better scientific grounding in medicine because anatomy is a fundemental  knowledge in medicine.
A : Okay, the last question from me. Can you tell me about your social activity?
S : Thank you, Sir! During my time as a student, I have several opportunities to join social services tipically in the remote areas. The social services conducted both by the university organisations or the hospital where I undertake my clinical study. From all of those, the most memorable one was when we make social service in the remote area in Palolo subdistrict about 2-3 hours from Palu city. We stayed there for 3 days to make free medical examination  and service. I was also given a chance to be a field coordinator by the time. Another one was back in December 2018 when I came back to Palu right after I have passed my medical doctor competency examination. We make free medical service for the earthquake and liquifaction survivors in Sigi regency which was the region that heavily affected by that disaster.
A : Okay, I think it is enough from me. (Beliau lalu memberi isyarat ke ibu yang ada di sebelah kirinya untuk melanjutkan wawancara)

Berdasarkan pertanyaannya, saya yakin bahwa pewawncara kedua ini adalah psikolog
B : Can you tell me based on your experience when you have a conflict with your patient?
S : Sure mam, usually there are patiets who come to Puskesmas and insisist to be referred to the hospital eventhough their problem can be fully solved in Puskesmas without having to go to the hospital. Therefore, I have to be more persuasive to convince them in this thing eventhough sometimes there are patient who keep insisting for us to refer them. (Di sini saya menjelaskan lebih jauh bagaimana saya mengelolah konflik dengan pasien)
B : What are the difficulties that you find when you are working as a doctor?
S : One thing that I found to be very challenging is because I have to meet people with different personalities. Therefore, I can not make the same approaches to every patient because some patients may open to disscussion or suggestion and some may not. So the challenge is managing the people with different personalities
B : What is the most important value that you learn when you serve as a doctor?
S : (saya mengawali jawaban saya dengan menceritakan seorang pasien saya yang tangannya tidak sengaja tertusuk pisau saat mengambil rumput untuk ternak yang dipeliharanya. Beliau datang dari kalangan ekonomi lemah dan tidak punya BPJS yang kebetulan adalah tetangga salah satu bidan di Puskesmas tempat saya waktu itu bekerja. Oleh karena itu, setelah menangani dan memberinya obat, kami memulangkan pasien tersebut tanpa mengambil bayaran. Kemudian saya menutup cerita saya ini dengan...) So the thing or value that I learn from being a doctor is humanity.
Pewawancara tersebut terlihat mengikuti cerita saya dengan antusias lalu kemudian beliau tersenyum sambil menganggukkan kepala
B : Have you ever lived abroad?
S : To be honest, I have not Maam.
B : Have you ever lived in another regency?
S : Sure, during my time as a medical student I lived for almost seven years in Palu City. But during that time, I did not merely stay in Palu city, I have also lived in Parigi regency for 1 month and in Luwuk Banggai regency also for 1 month during my clinical education.I have also lived in Yogyakarta for 3 days when I joined a medical olympiad in Gadjah Mada University.
B : Do you think there is a difference living in another regency?
S : Of course, Maam. Living in one regency is not same as living in the other one.
B : So do you think will it be different living in another country?
S : Sure, Maam. Living in a diiferent regency in a same country may be quite different. Therefore, I believe living abroad will also very different than living in Indonesia.
B : What do you think will be the challenges of living abroad and how you will handle it?
S : I think the best thing to face the challenge is gathering as much as information and knowledge so we can arrange the strategy to overcome it. Actually I have read in the internet and asked my friends and colleagues who have experience living in the UK and especially London about the potential challenges to face. The first challenge is language because most of Indonesian people are more get used to American accent than Britih accent. So I have to learn more to get my self more familiar with British accent. But I think if I given a chance to study there, I still have about 1 year to learn about it. The next challenge will be accomodation and transportation. London is a metropolitan city and is divided into 9 zones in which the zone 1 become the most expensive in accomodation and transportation and zone nine become the least expensive yet located far from the middle of the city. The UCL campus is located in zone 1. So if I live nearby the campus, my living allowance wont be enough, Thus the best approach is live in zone 3 or 4 because it is already affordable but not too far from the campus.
Si ibu pewawancara mengangguk-anggukkan kepala sambil sedikit tersenyum saat melihat ke laptop yang ada di depannya
B : Ya, I think it is enough from me.

Wawancara berpindah ke ibu pewawancara yang terakhir yang duduk di sebelah kiri saya.
C : So it is my turn and I am a representative from LPDP who will be interviewing regarding urgency and innovation. So do you think it`s urgent to learn about this?
S : I think this is urgen maam. Cardiovascular diseses remain the world deadliest killer and the same thing also happens in Indonesia. Based on my experience, during my clinical study, Cardiovascular policlinic was the most visited hospital clinic every day. Every day up to 70 patients or more come to policlinic for medical attention. That number excluding the emergency cases that may be found in Emergency Department. And as I said earlier Maam, in Tadulako University also there is only one lecturer whose field of expertise is in Cardiovascular science. So I think this is very urgent.
C : What will be the innovation you offer if you are given this scholarship?
S : I think the innovation will be the research. We have known the classical risk factors of cardiovascular diseases such as diabetes, hypertension, and collesterol. But recent studies have discovered that there are other unussual risk factors such as emotional stress and even people under bullying have more risk to die because of cardiovascular diseases. So I think by performing research to discover as many as risk factors of the diseases we can prevent more people to die due to cardiovascular diseases.
C : Okay, I think it`s enough from me.
Seingat saya, pewawncara ketiga ini yang paling sedikit bertanya. Mungkin karena sudah mengamati jawaban-jawaban saya sejak wawancara dimulai. Tetapi setelah saya menjawab pertanyaan terakhir, pewawancara pertama kembali bertanya.

A : Have you ever made a research regarding cardiovascular science? (saya yakin pertanyaan ini muncul karena jawaban saya atas pertanyaan ibu pewawancara ketiga untuk menggali apakah saya punya track record yang cukup)
S : To be honest, I have not Sir. But actually my bachelor thesis was about anatomy education in which I compare the level of comprehension of learning anatomy with cadaver and artificial anatomy models. One of the subjects that we learn in anatomical science is cardiovascular, Sir. It has also been published in a journal eventhough it is not directly related to cardiovascular science.
A : Okay, is there any question? (sambil melihat kedua rekannya) I think this is the end of our interview. Do you have something to ask?
S : No sir. I think it`s enough. Mohon maaf kalau ada salah-salah kata Pak, Bu!
Setelah itu saya langsung berdiri dan menyalami ketiga pewawancara saya kemudian memohon ijin untuk meninggalkan ruangan wawancara.

Terus terang, saya merasa puas dengan jalannya wawancara 1 ini. Saya merasa beruntung mendapatkan interviewer yang tidak pernah memotong pembicaraan saya serta mendengarkan dengan seksama semua hal yang saya sampaikan. Oleh karena itu, saya merasa wawancara ini seperti berdiskusi. Tidak ada intimidasi sama sekali dari pewawancara baik melalui perkataan maupun gestur tubuh. Panelis bertanya kepada saya, dan saya menjelaskan mimpii saya, cita-cita dan tujuan saya. Tetapi memang, yang namanya interview pasti ada sedikit unsur subjektivitas walaupun saya yakin semua interviewer adalah orang-orang profesional. Mungkin di sinilah faktor keberuntungan juga bermain.

Selain itu, sebelum wawancara, saya sempat melakukan mock interview dengan mentor saya di Amerika via Skype. Mock interview itu sangat membantu terlebih karena mentor saya memiliki pengalaman yang sangat banyak dalam mengikuti seleksi beasiswa sehingga saya mendapat banyak bekal pengalaman dan pengetahuan baru sebelum menghadapi wawancara yang sebenarnya.

Dari ekspresi dan respon pewawancara jujur saya mendapatkan feeling yang positive. Tetapi saya tidak mau berbesar kepala dulu karena semua hal bisa terjadi. Ada banyak cerita orang yang merasa wawancaranya berlangsung sangat lancar tanpa ada satu hal pun yang menghawatirkan, bahkan ada yang sudah mendapatkan selamat dari pewawancara tetapi malah gagal saat pengumuman. Sebaliknya ada yang merasa tidak akan berhasil tetapi justru malah lulus seleksi substansi. Jadi menurut saya memang ada dimensi tertentu yang berada di luar jangkauan dan pikiran kita. Di sinilah kekuatan doa menjadi penting. Apalagi ada moment di wawancara 2 yang menjadi keraguan dalam hati saya apakah saya bisa lulus atau tidak.

Pengumuman akan dilaksanakan tanggal 16 September 2019. Lebih dari sebulan sejak wawancara saya selesai. Tidak ada seharipun di mana saya tidak memikirkan wawancara saya dan berpikir apakah saya akan lolos atau tidak. Saya hanya bisa mendoakan hasil terbaik untuk apa yang sudah saya usahakan. Biar Tuhan yang mengurus, walaupun tentu saja saya berharap diberi kesempatan untuk lulus. Saya hanya meyakini dalam hati bahwa what is meant to be yours, will always be yours!

Sekedar informasi, untuk bisa lulus dari tahap wawancara, para peserta harus memenuhi dua syarat. Pertama, harus melewati passing grade yang ditentukan dan yang kedua harus direkomendasikan oleh perwawancara. Jadi walaupun kita telah memenuhi passing grade tetapi tidak direkomendasikan, maka kita juga tidak akan diluluskan. Akhirnya saat pengumuman tiba, Puji Tuhan saya masih diberi kesempatan untuk lulus. Sungguh, ini adalah salah satu moment paling penting dalam hidup saya. Entah mengapa terasa lebih bahagia dibangingkan saat lulus pengumuman ujian kompetensi dokter. Ketika flashback kembali mengenai apa yang sudah saya lewati sejauh ini, saya teramat sangat bersyukur. Semuanya seperti terbayar lunas dan leganya minta ampun ketika melihat kata “Selamat” di akun pendaftaran. Berat dan panjangnya perjuangan seolah dapat langsung saya lupakan. Tetapi ini semua barulah awal dari sebuah tahap perjalanan baru dalam hidup saya.

Saya berdoa bahwa siapapun yang sedang dalam proses menuju ke sana akan memperoleh hasil terbaik atas segala hal yang telah diusahakan dan didoakan. Again, what is meant to be yours, will always be yours!
 (NB: Tips wawancara LPDP akan saya tuliskan di tulisan khusus karena tulisan ini rasanya sudah terlalu panjang)
Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema beasiswa apapun, bisa sampai ke tahap wawancara adalah sebuah hal yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Pengorbanan terutama dalam bentuk waktu, tenaga, uang, dan juga pikiran serta mental. Oleh karenanya, masuk ke tahap interview adalah sebuah kesempatan mahal yang perlu diapresiasi terlepas dari hasil akhir diterima sebagai awardee atau tidak.
Jadwal Seleksi Substansi

Untuk seleksi LPDP tahun 2019, mekanisme seleksi substansinya cukup berbeda. Tidak ada lagi Leaderless Grup Discussion (LGD). Bedanya lagi, kali ini terdapat dua sesi wawancara yaitu Wawancara 1 dan Wawancara 2. Wawancara 1 kurang lebih sama seperti wawancara-wawancara LPDP pada tahun-tahun sebelumnya yang terdiri dari 3 panelis yang bertugas mengorek tentang hal-hal berbau akademik baik track record akademik dan rencana studi ke depannya, urgensinya untuk pembangunan Indonesia, pengalaman dan rencana riset, kontribusi sosial, karakter dan psikologis, serta inovasi. Sedangkan Wawancara 2 hanya terdiri dari 1 interviewer dan lebih berfokus pada wawasan kebangsaan dan nasionalisme.

LPDP akan menginformasikan melalui email ke masing-masing peserta mengenai jadwal seleksi tiap kota. Kemudian, beberapa hari sebelum seleksi dilakukan, LPDP akan mengirimkan jadwal individu dan kelompok wawancara untuk masing-masing komponen seleksi yaitu Verifikasi Dokumen, Wawancara 1, dan Wawancara 2. Saya tergabung di kelompok wawancara 1 dari total enam kelompok wawancara di kota Makassar. Setelah saya berdiskusi dengan sesama peserta kelompok wawancara 1, semua peserta berasal dari background ilmu pendidikan dan kesehatan. Saya mengikuti seleksi substansi di Makassar tanggal 14 Agustus 2019, tepatnya di Gedung Keuangan Negara Makassar. Saya beruntung bahwa ketiga aktivitas seleksi saya semuanya berlangsung 1 hari walaupun dengan jeda waktu yang cukup lama.
Lokasi Seleksi Wawancara di Makassar
Menunggu Panggilan Wawancara 2

Saya dijadwalkan untuk wawancara 2 terlebih dulu pukul 7.30. Saat tiba di lokasi seleksi, kita harus absensi terlebih dahulu dengan memperlihatkan barcode yang ada di akun pendaftaran masing-masing. Setelah itu, kita menunggu di ruangan yang sudah disediakan sambil menanti panggilan memasuki ruangan wawancara. Saya baru masuk ke ruangan wawancara hampir pukul 8.00. Saat saya masuk ruangan, saya melihat terdapat 3 meja yang masing-masing terdapat satu pewawancara. Setelah itu, saya langsung menuju meja wawancara saya di meja 1. Di sana sudah duduk seorang laki-laki yang menurut perkiraan saya berusia 50an tahun sedang menatap laptop yang ada di mejanya. Saya langsung menyalami beliau dan mengucapkan salam kemudian saya dipersilahkan duduk. Saat saya duduk, saya masih dalam keadaan tegang sehingga bapak pewawancara menyuruh saya untuk rileks.

Berikut adalah transkrip wawancara 2 saya. Tentu saja ini tidak saklek persis sebagaimana percakapan berlangsung pada saat wawancara. Saya hanya menulisnya berdasarkan memori yang terbatas untuk mengabadikan pengalaman saya sekaligus sebagai gambaran bagi peserta wawancara di kemudian hari.
CA : Silahkan duduk dek. santai aja. Nyandar aja di kursi, gak apa-apa. Santai aja!
S : Baik Pak! (Saya mencoba menenangkan diri, menarik napas dalam-dalam dan bersandar pada kursi saya)
CA : Wawancara ini akan saya rekam ya? Ini sebagai bentuk pertanggunjawaban saya nantinya ke pihak LPDP. Gak apa-apa kan saya rekam?
S : Iya Pak, Tidak apa-apa.
CA : Jadi nama saya Chairil Anwar. Kamu tau Chairil Anwar siapa?
S : Iya Pak. Penulis Pak.
CA : Iya jadi penyair dan penulis puisi. Kamu tau tidak puisinya yang paling terkenal?
S : Iya Pak. Judulnya Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi.
CA : Iya, jadi itulah saya (sambil sedikit tersenyum). Jadi silahkan perkenalkan diri, alamat, pekerjaan, pendidikan, hobi, nama keluarga, mau sekolah ke mana dan rencana ambil apa?
S : Baik, terima kasih banyak Pak. Nama saya Fistra Janrio Tandirerung, biasa dipanggil Rio, Pak. Saya sekarang sebagai dokter internsip di Puskesmas Getengan di Kabupaten Tana Toraja. Saya lulusan FK Universitas Tadulako, tinggal di kota Rantepao Kabupaten Toraja Utara. Nama orang tua saya adalah bla bla. Saya punya dua adik yang sekarang dua-duanya sementara kuliah. Satu kuliah di Toraja satunya lagi di Universitas Hasanuddin Pak. Saya berencana melanjutkan studi S2 ke University College London di Inggris untuk jurusan Cardiovascular Science atau ilmu tentang jantung dan pembuluh darah Pak.
CA : Kamu mau jadi apa?
S : Mau jadi dosen Pak.
CA : Jurusan itu ada di Indonesia?
S : Tidak ada Pak,
CA : Loh percuma dong kalau kamu cuman mau dosen.

(Di sini sebenarnya saya tidak menangkap apa maksud bapaknya. Karena saya berpikir justru akan lebih bagus saya kuliah ke luar jika jurusan itu tidak tersedia di Indonesia)

S : Tapi pak, ilmu tentang jantung dan pembuluh darah di Indonesia sekarang masih sangat dibutuhkan Pak.
CA : Iya betul, Bagus kalau kamu mau sekolah itu. Tapi ya percuma kalau jurusannya tidak ada di Indonesia terus kamu cuman mau jadi dosen. Kamu harus pikirkan itu sementara kamu bisa sampai ke sini kan perjuangannya berat. Gak gampang kan bisa sampai ke tahap ini? Tapi ya kembali lagi yang menentukan nanti lewat rapat pleno LPDP

Sampai tahap ini, saya sebenarnya antara bingung dan mau menyanggah pewawancara tapi saya juga masih belum paham maksud si bapak mengatakan percuma kalau saya jadi dosen karena jurusannya tidak tersedia di Indonesi.. Saya hanya terdiam di sini karna takut salah bicara dan malah makin memojokkan saya nantinya. Bagian inilah yang nantinya membuat saya ragu akan lolos seleksi wawancara sampai pada waktu pengumuman wawancara. Bagian ini hampir membuat saya down dan sedikit menurunkan rasa percaya diri saya.

CA : Ini pertama kali ikut LPDP ya? Kalau nanti tidak lolos bagaimana?
S : Iya pak ini yang pertama. Saya akan tetap mencoba lagi tahun depan Pak. Saya akan mengevaluasi diri saya di mana letak kegagalan saya dan meminta saran evaluasi dari teman dan mentor saya Pak, tapi saya akan mencoba lagi Pak.
CA : Kenapa mau ke Inggris?
S : Sebenarnya bukan masalah Inggrisnya Pak. Tetapi masalah jurusannya. Dari awal saya ingin belajar tentang ilmu jantung dan pembuluh darah karena ... (saya menjelaskan alasan-alasan saya beserta justikasinya). Makanya saya mencoba mencari di negara-negara mana saja yang kira-kira menawarkan jurusan ini Pak. Dan akhirnya saya ketemu dengan UCL yang kebetulan ada di Inggris.
CA : Jadi di negara lain ada jurusan ini?
S : Iya pak, di University of Goettingen di Jerman ada Pak. Di Belanda juga di Vrije University juga ada. Tapi menurut saya yang paling cocok dengan latar belakang dan minat saya adalah UCL pak.
CA : Menurutmu susah tinggal di luar negeri?
S : Iya Pak
CA : Jadi apa yang sudah kamu lakukan untuk menghadapinya?
S : Saya banyak membaca di blognya orang di internet pak. Saya juga banya bertanya ke teman-teman dan kenalan saya yang pernah tinggal di Inggris terutama di London. Banyak dari mereka mengatakan salah satu tantangan terbesar adalah bahasa karena kebanyakan orang Indonesia kurang terbiasa dengan aksen British, makanya mulai sekarang saya juga membiasakan diri dengan bahasa Inggris logat british misalnya dengan menonton ulang film-film yang aksen britishnya kental lalu subtitelnya saya hilangkan. Saya juga sudah melihat mata-mata kuliah yang ditawarkan dan saya juga sudah mulai baca-baca karena mata-mata kuliah yang akan diajarkan sebenarnya  bukan hal yang betul-betul baru untuk saya Pak, walaupun untuk sekarang saya banyak mempelajari materi yang berorientasi klinis supaya juga saya bisa aplikasikan ke kehidupan sehari-hari. Saya juga punya mentor di Amerika yang banyak membantu saya walaupun saya belum pernah ketemu langsung.
CA : Jadi kamu mau jadi dosen?
S : Iya pak, karena saya suka aktivitas belajar mengajar. Saya pernah jadi asisten di Departemen Anatomi FK Untad lebih dari 3 tahun Pak. Tapi sebenarnya saya punya pengalaman pribadi. Saya mau kembali ke almamater saya. Tahun 2015 saya pernah ikut olimpiade anatomi di FK UGM dan saat itu hampir tidak ada yang tau FK Universitas Tadulako di mana, bahkan kota Palu waktu itu banyak yang tidak tau. Padahal menurut saya FK Untad sangat potensial karena dalam lomba-lomba FK Untad cukup kompetitif dan di tiap Uji Kompetensi Dokter Indonesia, FK Untad selalu lulus di atas rata-rata nasional Pak. Tapi sekarng kalau bicara FK di Indonesia timur orang Cuma kenal FK Unhas atau FK Univ Sam Ratulangi, padahal FK Untad juga menurut saya cukup potensial Pak. Terlebih lagi di FK Untad sekarang hanya satu dosen yang bidang ilmunya di ilmu jantung dan pembuluh darah. Tapi saya juga mau tetap melayani masyarkat sebagai dokter Pak. Karena menurut saya yang namanya dokter bukan lagi disebut dokter kalau tidak melayani pasien pak.
CA : (setelah saya menjawab, Bapaknya tidak memberi tanggapan apa-apa dan langsung lompat ke topik yang lain). Kamu agamanya apa?
S : Saya Kristen Pak.
CA : Bagaimana menurutmu sekarang yang banyak konflik di Indonesia termasuk agama. Menurutmu mengapa itu bisa terjadi?
S : Menurut saya Pak itu bisa terjadi karena orang tidak mampu mengakomodir dan menerima adanya perbedaan. Selain itu konflik juga terjadi karena ada orang-orang yang merasa bahwa dirinya, agamanya, atau ideologi yang dianutnya lebih superior dibandingkan yang lainnya sehingga mereka memaksakan agar apa yang diyakininya juga diterima oleh orang lain Pak.
CA : Apakah menurutmu sekarang nilai-nilai pancasila sekarang sudah mulai tergerus?
S : Kalau tergerus menurut saya iya Pak, itu bisa dibuktikan dengan banyaknya konfik yang terjadi saat ini. Tetapi menurut saya nilai Pancasila sebenarnya masih relevan. Karena dari sejak bangsa kita berdiri sampai saat ini identitas bangsa kita tetap sama. Dari awal kita berdiri sebagai bangsa, kita sudah sepakat bahwa kita menerima semua perbedaan, semua perbedaan diakomodasi, tidak ada yang lebih superior dibanding yang lainnya sehingga kita sepakat untuk mendirikan sebuah negara yang menerima segala bentuk perbedaan. Sampai sekarang pun bangsa Indonesia sama, kita hidup dalam segala keragaman sehingga yang terpenting menurut saya adalah bagaiamana agar kita bisa betul-betul mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila karena menurut saya dalam butir-butir pengamalan Pancasila sudah sangat jelas.
CA : Apakah kamu sendiri sudah mengmalkan nilai-nilai Pancasila?
S : Menurut saya Iya Pak. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam butir-butir pengamalan sila pertama menurut ketetapan MPR yang kalau saya tidak salah ada 7 butir di situ disebutkan bahwa kita wajib menghormati keyakinan orang lain serta memberi kesempatan bagi mereka untuk menjalankan ibadah mereka. Selain itu juga dikatakn bahwa kita tidak boleh memaksakan suatu keyakinan pada orang lain. Dalam kehidupan saya sehari-hari misalnya saat lebaran lalu Pak, saya menggantikan teman saya yang muslim jaga di IGD Puskesmas supaya dia bisa menjalankan ibadahnya Pak.
CA : Jadi kamu tidak keberatan jika dipimpin oleh orang yang beda agama dengan kamu?
S : Saya tidak masalah pak, Karena menurut saya dalam konsep ideal Pancasila dan Undang-undang Dasar seharusnya tidak ada lagi yang namanya mayoritas dan minoritas Pak. Segala bentuk perbedaan diakomodir. Undang-undang juga mengatakan bahwa semua orang memiliki hak yang sama di mata hukum. Jadi saya tidak masalah Pak.
CA : Sekarang kan sudah marak adanya paham-paham luar negeri yang karena globalisasi menjadi mudah tersebar. Contohnya sekarang marak isu-isu LGBT yang mereka sedang mengusahakan hak mereka lewat jalur hukum. Kamu setuju tidak dengan hal semacam itu?
S : Saya tidak setuju Pak. Dosen saya dulu seorang psikiater pernah mengatakan jika suatu fenomena yang walaupun salah terus dibiarkan, lama kelamaan kita akan melihatnya sebagai sesuatu yang biasa saja. Oleh karena itu menurut saya hal seperti itu tidak boleh diberi celah. Terlebih lagi menurut agama dan ilmu pengetahuan hal tersebut juga salah pak. Karena homoseksual serta lesbian dalam ilmu psikiatri juga digolongkan ke dalam gangguan preferensi seksual. Jadi menurut saya jangan diberi cela supaya masyarkat nantinya tidak melihat itu sebagai sesuatu yang biasa.
CA : Jadi kamu tidak setuju?
S : Tidak Pak. Jangan dikasih celah Pak.
CA : Ya saya kira cukup ya (sambil mematikan recorder). Ingat pas kamu keluar nanti gak usah cerita-cerita ke yang lainnya tentang apa yang terjadi di sini. Ingat ini seleksi! Jangan sampai merugikan kamu sendiri nantinya.
S : Baik terima kasih Pak. Mohon maaf kalau ada salah-salah kata Pak.
Saya menyalami beliau dan memohon ijin untuk meninggalkan ruangan wawancara. Saya keluar ruangan sekitar pukul 8.30 WITA.

Agenda saya selanjutnya adalah Verifikasi Dokumen yang dijadwalkan pukul 10.30. Verifikasi dokumen adalah syarat wajib agar bisa melangkah ke tahap Wawancara 1. Jika ada satu saja dokumen bermasalah apalagi ada unsur pemalsuan, maka tidak akan diperbolehkan masuk ruang wawancara dan dianggap langsung gagal. Sambil menunggu, saya bercerita-cerita dan mengakrabkan diri dengan para peserta seleksi lainnya di ruang tunggu. Saya dipanggil untuk verifikasi dokumen lebih cepat dari jadwal seharusnya. Verdok dapat berlangsung lancar dan hanya beberapa menit saja. Asalkan kita mengikuti aturan main mengenai ketentuan dokumen persyaratan yang ditetapkan LPDP dari tahap administrasi, seharusnya tidak ada masalah saat melalui verifikasi dokumen.
Verifikasi Dokumen Done

Satu hal yang saya tekankan dari pengalaman dan transkrip wawancara ini adalah jangan menjadikan ini sebagai  patokan mutlak. Sekali lagi ini hanya sebagai bentuk gambaran karena wawancara Anda kemungkinan besar akan mengalir melalui alur yang berbeda. Pertanyaan yang diajukan ke Anda mungkin saja tidak ada sama sekali di transkrip wawancara saya dan begitu pula sebaliknya. Anda sangat mungkin diwawancara oleh pewawancara yang berbeda, dan arah pertanyaan yang besar kemungkinannya tidak sama dengan yang saya alami. Itu sedikit banyak juga ditentukan dari kemampuan kita memberikan jawaban dan mengarahkan jalannya wawancara. Tips menghadapi wawancara LPDP akan saya tuliskan secara khusus di artikel tersendiri.

Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Komputer (SBK). Model seleksi ini tergolong baru karena pertama kali diterapkan pada tahun 2018. Seleksi ini diadakan atas kerja sama LPDP dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang terdiri dari tiga komponen yaitu Tes Potensi Akademik (TPA), Soft Competency atau Tes Karakter Kepribadian (TKK), dan Essay on The Spot (EOTS).

Walaupun seleksi SBK LPDP terdiri dari tiga komponen, tetapi penentuan kelulusan peserta ditentukan dari hasil skor TPA. Terus terang saya sendiri tidak begitu mengetahui di mana posisi dan pertimbangan apa yang diberikan dari hasil TKK dan EOTS dalam menentukan kelulusan peserta dalam proses seleksi ini karena memang tidak dijelaskan baik dalam booklet maupun website LPDP. Saya sempat mendengar dan membaca di berbagai sumber yang mengatakan tingkat kesulitan soal TPA LPDP satu atau dua tingkat di atas soal TPA CPNS. Tetapi sekali lagi saya tidak bisa memberikan gambaran yang riil karena saya sendiri belum pernah menghadapi tes TPA CPNS sehingga tidak bisa memberikan perbandingan.

Mengingat penentuan kelulusan ditentukan dari nilai TPA, maka sebagian waktu belajar saya dialokasikan untuk belajar mengenai TPA, terutama numerik dan analitik yang menurut saya adalah titik terlemah saya. Saya beranggapan bahwa sebaik apapun essay yang kita tulis atau walaupun kita memperoleh nilai sempurna pada Tes Kepribadian tetapi salah satu nomor saja di bawah passing grade TPA yang ditentukan, maka tetap saja judul akhirnya adalah tidak lulus. Tetapi ini juga bukan berarti mengabaikan sama sekali TKK dan EOTS.

Tahapan SBK ini juga menjadi tantangan besar buat saya. Hal ini juga tidak lepas dari fakta bahwa terakhir kali saya berhadapan dengan TPA adalah ketika ujian SNMPTN 7 tahun lalu. Setelahnya, saya tidak pernah lagi berhubungan dengan yang namanya artimatika, deret bilangan, logika matematika, silogisme dan lain sebagainya. Di tahun sebelumnya, sebagian besar peserta tersingkir di tahap SBK. Oleh karenanya, saya menyarankan walaupun hasil pengumuman administrasi belum diumumkan, mulailah untuk mempersiapkan dan memfamiliarkan diri dengan soal-soal TPA. Tidak ada cara terbaik belajar TPA selain tekun berlatih dan terbiasa menghadapi sebanyak mungkin berbagai varian soal.

Saya sendiri belajar melalui buku TPA OTO Bappenas yang diterbitkan oleh Genta Publishing. Ini bukan endorse ya, tapi menurut saya tingkat kesulitan dalam buku ini memang cukup tinggi sehingga bagus dijadikan acuan. Kalau bisa dan sempat belajar dari sebanyak mungkin sumber akan lebih baik lagi. 
Buku TPA OTO Bappenas dari Genta

Saya mengikuti ujian SBK ini di Kanreg IV BKN Makassar di daerah Daya Kota Makassar. Untuk peserta dari kota Makassar sendiri dijadwalkan untuk mengikuti SBK pada tanggal 1-2 Juli 2019. Sebelumnya pada tanggal 27 Juni 2019 undangan mengikuti seleksi beserta waktu ujian masing-masing peserta akan diinfokan melalui email masing-masing peserta. Jadi peserta hanya perlu datang sesuai waktu (hari dan jam) yang telah ditentukan pada undangan dan daftar peserta ujian. Perlu diingat jika pada tahap SBK ini dan juga wawancara nantinya, biaya akomodasi dan transportasi ke lokasi tes tidak ditanggung oleh LPDP.
Undangan Mengikuti SBK


Saya sendiri mendapatkan jadwal ujian pada hari pertama dengan waktu ujian pukul 08.00-10.30 WITA tetapi peserta diwajibkan hadir paling lama satu jam sebelumnya karena akan ada briefing dan verifikasi peserta terlebih dulu. Sehari sebelum ujian LPDP akan kembali mengingatkan tata tertib ujian melalui SMS.

Karena saya tidak mau terlambat dan terburu-buru, maka saya datang lebih awal karena tempat saya menginap berada cukup jauh dari lokasi tes. Berkst pertolongan abang Grab, sebelum jam 6 saya sudah tiba di lokasi tes. Saya adalah orang pertama yang tiba di lokasi tes waktu itu. Tak lama kemudian, satu per satu peserta berdatangan. Sambil menunggu waktu tes, saya berbincang-bincang dan berkenalan dengan sesama peserta ujian hari itu. Pada saat sekitar pukul 7.00 pagi panitia memulai briefing dan menjelaskan teknis pelaksanaan tes. Setelah itu, peserta yang waktu itu diwajibkan berpakaian kemeja putih, celana hitam polos, dan bersepatu (model sepatu tidak ditentukan) serta jilbab hitam (bagi yang berjilbab) masuk satu per satu ke ruang verifikasi dengan memperlihatkan kartu tes dan tanda pengenal lalu kemudian akan diberikan cap verifikasi pada kartu peserta dan punggung tangan serta kode soal yang nantinya akan diinput di komputer saat log in. Selanjutnya, peserta akan masuk ke dalam ruang tunggu dan menyimpan semua barang bawaan di dalam loker. Tidak ada satu barang pun yang boleh dibawa masuk ke ruang ujian selain kartu tes, KTP, dan kunci loker.
Kartu Peserta yang Sudah Distempel Verifikasi


Tes Potensi Akademik (TPA)
Singkat cerita ujian SBK dimulai dengan TPA yang terdiri dari 60 soal dengan sebaran 30 soal verbal, 15 soal numerik, dan 15 analitik. Tiap soal bernilai 5 sehingga total skor tertinggi adalah 300. Ke 60 soal ini harus diselesaikan dalam 90 menit. Di ruangan ujian kita akan disediakan pensil, rautan dan kertas. Perlu diingat bahwa tiap peserta dapat mengerjakan soal-soal yang berbeda. Ini saya bisa simpulkan karena setelah ujian dan berdiskusi dengan sesama peserta, mereka mengerjakan soal yang tidak saya dapatkan dan begitu juga sebaliknya. Saat berdiskusi di telegram pun kesimpulannya sama bahwa tiap peserta mengerjakan soal yang berbeda-beda. Saya mengerjakan soal verbal terlebih dulu karena menurut saya lebih mudah dan tidak butuh waktu lama terutama untuk soal sinonim, antonim, dan padanan kata. Pada soal verbal seingat saya juga ada soal yang terdiri dari bacaan yang mengisntruksikan menentukan ide pokok dan soal sejenisnya. Untuk numerik sendiri memang menurut saya cukup sulit. Mungkin karena memang saya tidak terlalu kuat dalam hal matematika. Soal hitungan atau aritmatika cenderung diselesaikan dalam dua atau tiga langkah sehingga memang harus sabar dan teliti. Untung saja, ada sekitar 5 soal deret bilangan yang bisa saya kerjakan dengan cukup yakin. Tapi tetap saja ada beberapa soal yang tidak bisa saya kerjakan walaupun sudah berulang kali saya hitung. Seingat saya waktu itu ada soal persamaan garis lurus yang saya tidak tahu sama sekali rumusnya. Lebih mengintimidasi lagi ketiga saya melihat layar komputer peserta ujian di sebelah saya yang sudah mengerjakan banyak soal. Nomor-nomor soalnya sudah banyak yang berwarna hijau (sudah dikerjakan) sedangkan saya masih banyak yang kosong.

Untuk soal analitik juga cukup sulit menurut saya. Ada banyak soal logika matematika seperti silogisme. Untungnya saya cukup bisa mengerjakan soal-soal jenis ini dengan baik karena memang banyak saya latih selama masa persiapan menghadapi SBK. Yang sulit adalah jenis-jenis soal dengan model penalaran. Misalnya jika A duduk disebelah C dan E tidak boleh bersebelahan dengan B dan seterusnya. Buat saya, untuk mengerjakan jenis soal seperti ini membutuhkan konsentrasi dan penalaran yang sudah terlatih dengan banyak model soal. Saya sendiri selama ujian cukup kewalahan dengan model soal penalaran seperti ini.

Menjelang berakhirnya waktu tes TPA, saya masih mengosongkan beberapa soal. Di saat yang sama peserta di sebelah saya ada yang sudah selesai dan duduk santai bahkan ada yang sudah mensubmit ujiannya dan menunggu masuk ke ujian TKP padahal waktu ujian masih tersisa beberapa menit. Ini cukup memecah konsentrasi saya. Akhirnya karena sudah pasrah dan memang otak sudah buntu, soal yang masih kosong terpaksa saya jawab dengan metode tebak-tebak berhadiah lalu kemudian disubmit. Setelah disubmit, skor TPA kita akan langsung muncul di layar monitor.

Soft Competency / Tes Karakter Kepribadian
Selanjutnya adalah Tes Karakter Kepribadian. Soal ini berjumlah 60 soal dan dikerjakan dalam waktu 30 menit saja. Terus terang selama masa persiapan menghadapi SBK, saya hampir tidak pernah mempelajari mengenai tes ini termasuk contoh-contoh soalnya. Alasannya karena soal ini memang tidak butuh penalaran dan hitung-hitungan yang rumit. Kita hanya perlu menjawabnya sejujur-jujurnya sesuai dengan kenyataan yang ada pada diri kita. Soal-soal ini memang menitikberatkan pada kepribadian serta karakter. Contoh soalnya misalnya “jika Anda melihat hal-hal yang tidak sesuai dengan prosedur yang dilakukan oleh teman Anda di tempat kerja, apa yang akan Anda lakukan?” Pilihannya dapat berupa A. Menegurnya langsung karena itu tindakan yang salah, B. Membiarkannya saja karena tidak mengganggu dan merugikan saya dan orang lain, C. Memberitahukan apa yang dilakukannya pada atasan, dan seterusnya. Menurut saya memang untuk soal seperti ini sulit untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah karena tiap orang punya preferensi yang sangat mungkin tidak akan sama. Hanya saja, menurut pengamatan pribadi saya, “mungkin” pihak LPDP selain ingin menilai integritas, mereka mungkin juga ingin melihat konsistensi jawaban karena menurut pengamatan saya ada beberapa dan cenderung cukup banyak soal yang substansinya berulang hanya saja disajikan dalam narasi kalimat yang berbeda. Tapi perlu digarisbawahi, ini hanya analisa pribadi saya yang tentu saja sangat mungkin keliru.

Khusus untuk seleksi tahun 2019, nilai ujian soft competency tidak ditampilkan sperti halnya pada tahun 2018.

Essay On The Spot
Yang terakhir adalah Essay on The Spot. Ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam proses seleksi LPDP. Tes ini sebenarnya bertujuan untuk menilai kepekaan kita terhadap isu-isu penting yang terjadi terutama di Indonesia serta bagaimana kemampuan kita menganalisa, menentukan standing position, dan memberikan alternatif solusi yang masuk akal. Tentu saja akan sangat baik jika disertai dengan data-data aktual. Untuk peserta tujuan luar negeri, maka diharuskan menulis essay dalam bahasa Inggris. Secara teknis, EOTS sangat mirip dengan tes Writing Task 2 IELTS. Hanya saja tidak ada instruksi khusus jumlah minimal kata dan waktunya hanya 30 menit.

Pada bagian ini, terlebih dulu akan ditampilkan narasi berisi latar belakang permasalah dan kemudian kita akan dimintai pendapat serta justifikasi logis atas pendapat yang kita kemukakan. Saya sangat beruntung karena topik saya adalah mengenai defisit BPJS. Permasalahan yang saya temui tiap hari sebagai dokter sehingga saya dapat memberikan banyak komentar mengenai topik ini.

Pada tahapan tes EOTS, ruangan tes akan sangat ribut oleh suara ketikan keyboard masing-masing peserta. Apalagi jika ada peserta yang sangat bersemangat dan mengentik dengan kecepatan tinggi. Hahah. Ini bagi sebagian orang mungkin bisa cukup mengganggu. Jadi usahakan agar tetap fokus mengelaborasikan pikiran-pikiran kita ke dalam essay yang kita tulis. 

Selain BPJS, topik lain dapat berupa dana desa, sistem zonasi sekolah, dan lain sebagainya. Sehingga sangat mungkin kita akan mendapatkan topik yang tidak sesuai dengan bidang keahlian kita. Oleh karena itu, sebaiknya kita juga sering mengikuti perkembangan permasalahan-permasalahan umum yang terjadi di Indonesia karena tiap seleksi topiknya bisa saja berbeda tergantung isu  apa yang lagi hangat-hangatnya. Oleh karena itu, kita sebaiknya up to date dengan isu-isu terkini baik di level nasional maupun di dunia internasional.

Setelah semua rangkaian tes SBK selesai, hasil TPA akan langsung ditempel di papan pengumuman. Oleh karena itu kita akan mengetaui nilai keseluruhan dan nilai per komponennya (verbal, numerik, dan analitik). Saya sendiri memperoleh nilai 200 atau benar 40 dari 60 soal. Saya berada di peringkat ke 9 dari jalur reguler untuk lokasi tes Makassar hari pertama sesi 1. Nilai tertinggi saat itu adalah 260 untuk reguler, sedangkan afirmasi dan targetted group nilai tertinggi adalah 250. Dengan hasil ini saya antara lega dan tidak karena Passing Grade untuk beasiswa reguler tujuan Luar Negeri tahun 2018 adalah 195. Jika passing grade tahun ini sama, maka saya akan lolos. Tetapi setelah semua kota selesai melaksanakan SBK ada banyak sekali peserta terutama di pulau Jawa dengan nilai di atas 200 sehingga ada kekhawatiran bahwa Passing Grade akan dinaikkan. 

Pengumuman hasil seleksi SBK tahap 1 2019 dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2019 sekitar jam 8 malam waktu Indonesia tengah. Ketika notifikasi masuk ke email, saya sebenarnya masih diliputi ketakutan gagall melangkah ke tahap wawancara karena nilai yang masih belum terlalu aman. Untungnya, saya masih diberi kesempatan untuk lolos ke tahap berikutnya karena Passing Grade jalur reguler tujuan LN ternyata masih sama dengan tahun lalu. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peserta sendiri melalui grup telegram, passing grade untuk tahun 2019 untuk seleksi LPDP tahap 1 adalah:
A. Dalam Negeri
Reguler : 180
Afirmasi dan Targetted Group: 150

B. Luar Negeri
Reguler : 195
Afirmasi  : 155
Targetted Group : 150


Berdasarkan pengalaman saya, tips yang dapat saya berikan untuk menghadapi SBK adalah :
- Perbanyak latihan soal. Ini adalah syarat yang tidak bisa ditawar-tawar. Usahakan sudah memulai mempersiapkan ujian SBK sedini mungkin bahkan sebelum hasil seleksi administrasi diumumkan

- Kenali di mana letak kekuatan dan kekurangan dari ketiga komponen TPA (Verbal, Numerik, dan Analitik). Berikan porsi latihan lebih besar pada komponen yang dirasa masih lemah tanpa mengabaikan komponen yang lebih kita kuasai

- Malam sebelum ujian, pastikan semua berkas dan keperluan sudah disiapkan seperti KTP, kartu peserta, dan pakaian sesuai persyaratan LPDP.

- Sering-seringlah mengikuti diskusi soal yang bisa dilakukan di grup-grup telegram dan bertanyalah jika ada yang tidak diketahu

- Perbanyak membaca berita atau berdiskui mengenai topik atau isu kebangsaan terkini. Serta berusaha untuk memikirkan solusi-solusi yang dapat ditawarkan karena pengalaman saya soal  EOTS SBK tidak hanya memaparkan masalah tapi juga menanyakan solusi atau jalan keluar yang dapat kita tawarkan

- Datanglah lebih awal ke lokasi tes supaya bisa menyesuaikan diri dengan atmosfer di tempat ujian, terutama yang belum familiar dengan lokasi ujian

- Jangan melewatkan sarapan walaupun mendapat jadwal sesi ujian pagi agar bisa tetap berkonsetrasi saat ujian

- Jangan pedulikan peserta di samping kiri kanan depan belakang saat ujian berlangsung. Jangan sampai terintimidasi walaupun mereka sudah selesai duluan dan kita masih memiliki beberapa soal untuk dikerjakan. Tetap tenang jika masih ada waktu. Gunakan sebaik mungkin kesempatan yang ada. Ingat, satu nomor soal dapat sangat menentukan apakah kita lolos ke tahap selanjutnya ataukah sebaliknya.

- Untuk soft competency,  jawab dengan sejujur-jujurnya, apa adanya, dan juga konsisten

- Give your best shot! Berdasarkan pengalaman dari dua tahun terakhir pelaksanaan tes SBK, banyak sekali yang jatuh di tes TPA. Sebagai gambaran, untuk seleksi LPDP tahap 1 tahun 2019, peserta SBK di Jakarta lebih dari 1000 orang tapi yang lolos SBK kabarnya hanya 300an orang saja.

- Perbanyak doa dan minta doa serta dukungan dari orang tua. Ini adalah hal yang sederhana tapi ampuh. Di balik setiap kesuksesan, selalu terselip doa kedua orang tua sehingga hal ini tidak boleh disepelekan.

Akhirnya, selamat berjuang para calon pemimpin masa depan Indonesia!! 
Subscribe to: Posts ( Atom )

ABOUT AUTHOR

Flag Counter

LATEST POSTS

  • Begini Cara Agar Diterima Oleh Universitas Luar Negeri
    University of Cambridge - Salah satu universitas terbaik di dunia Sudah lama saya ingin berkuliah di luar negeri. Buat saya pendidikan...
  • My LPDP Story - Pengalaman Mengikuti Seleksi Administrasi LPDP
    Dua cerita kegagalan dengan AAS dan Fulbright akhirnya membawa saya kepada LPDP. LPDP sebenarnya adalah beasiswa prioritas utama saya sejak...
  • Kuliah ke Luar Negeri Pakai TOEFL atau IELTS?
    Tes bahasa adalah syarat mutlak jika seseorang ingin melanjutkan sekolah atau bekerja di luar negeri. Tes ini sendiri bertujuan untuk menja...
  • My LoA Story - Akhirnya Saya Mendapatkan LoA
    Setelah semua persyaratan berhasil saya selesaikan, akhirnya saya mulai mendaftarkan diri saya ke berbagai universitas. Saya menyelesaikan ...
  • My LPDP Story - Pengalaman Menghadapi dan Tips SBK LPDP 2019
    Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Ko...
  • My AAS Story : Menghabiskan Jatah Gagal
    Australia Awards Scholarship (AAS) adalah salah satu beasiswa luar negeri yang paling populer. Menurut saya ada banyak hal yang membuat...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 2 LPDP 2019 di Makassar
    Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema bea...
  • My Fulbright Story - Kegagalan Pertama Berburu Beasiswa
    Mengejar beasiswa penuh untuk studi lanjut memang bukan hal yang mudah. Dibutuhkan ketekunan, dedikasi, mental kuat yang siap menerima kega...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 1 LPDP 2019 di Makassar
    Setelah melalui wawancara 2 serta verifikasi dokumen, jadwal saya selanjutnya adalah wawancara 1 pukul 16.20 tanggal 14 Agustus 2019. Jedan...
  • My IELTS Story - Berbagi Pengalaman Belajar Otodidak dan Tes IELTS di IDP Makassar
    Setelah saya dinyatakan lulus Ujian Kompetensi Dokter batch 4 tahun 2018 pada awal Desember 2018, saya langsung tancap gas untuk persiap...

Blogger templates

Instagram

Find me on Instagram @fistrajanrio

Blog Archive

  • November 2020 (1)
  • October 2020 (1)
  • January 2020 (1)
  • December 2019 (1)
  • November 2019 (3)
  • October 2019 (1)
  • September 2019 (8)
  • August 2019 (3)
  • July 2019 (3)
Powered by Blogger.

Search This Blog

Report Abuse

  • Home

About Me

My photo
Fistra Janrio Tandirerung
A passionte doctor with interest on health practice, education, and research. I made this blog to share valuable information and insights on important events and to help those who aspire for higher education abroad trough scholarship.
View my complete profile

Belajar IELTS Otodidak. Mungkinkah?

source: freepik.com Kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, adalah syarat mutlak untuk melanjutkan studi di luar negeri. Syarat ...

Contact Form

Name

Email *

Message *

Latest Posts

  • My LPDP Story - Pengalaman Menghadapi dan Tips SBK LPDP 2019
    Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Ko...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 2 LPDP 2019 di Makassar
    Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema bea...
  • My LPDP Story - Pengalaman Mengikuti Seleksi Administrasi LPDP
    Dua cerita kegagalan dengan AAS dan Fulbright akhirnya membawa saya kepada LPDP. LPDP sebenarnya adalah beasiswa prioritas utama saya sejak...

Blogroll

Flickr

About

Copyright 2014 Fistra Janrio`s Self Discovery.
Designed by OddThemes