|
University of Cambridge - Salah satu universitas terbaik di dunia |
Sudah lama saya
ingin berkuliah di luar negeri. Buat saya pendidikan yang lebih tinggi adalah
bagian dari perjalanan hidup, bukan hanya sekedar jalan agar mendapat gaji,
pekerjaan, atau jabatan yang lebih tinggi apalagi hanya untuk jalan-jalan ke
luar negeri. Awalnya saya berfikir bahwa dengan studi di luar negeri akan
memberikan saya ilmu dan pengalaman serta pandangan yang baru dan lebih luas,
tetapi ternyata yang saya dapatkan jauh lebih besar dari itu. Setelah saya
menjalani proses demi prosesnya, saya menyadari bahwa keseluruhan prosesnya
adalah satu momen penting di mana saya menemukan dan lebih mengenal diri saya
sendiri.
Saya mulai
mengambil langkah konkrit pada Januari 2018 saat saya masih duduk di pendidikan
klinik. Saya membuat dan menyusun timeline
pribadi saya mulai dari mempersiapkan berkas sampai seleksi beasiswa di tahun
depan. Semua sudah saya atur dan jalani sesuai dengan yang saya rencanakan.
Saya ingin
melanjutkan pendidikan master di bidang cardiovascular science atau neurology
karena kedua bidang tersebut adalah bidang yang buat saya sangat menarik. Namun
setelah membuat pertimbangan, akhirnya saya memilih jurusan cardiovascular
science dengan pertimbangan utama bahwa di dunia klinis, signifikansi
kasus-kasus kardiovaskular atau ilmu jantung dan pembuluh darah lebih besar.
Akhirnya saya mencari universitas-universitas di luar negeri yang menawarkan
program tersebut. Salah satu keuntungan studi di luar negeri adalah mereka menawarkan
jurusan-jurusan yang sangat spesfik. Bahkan untuk jurusan yang sama di dua
universitas berbeda dapat memiliki modul-modul yang cukup berbeda sehingga kita
dapat memilih mana yang lebih cocok dengan latar belakang, minat, dan tujuan
karir kita ke depannya.
Saya menghabiskan
banyak waktu berselancar di website-website universitas di berbagai negara.
Mencari di universitas mana yang kira-kira menawarkan jurusan yang saya
inginkan. Akhirnya saya menemukan beberapa kampus seperti Imperial College London, University of Bristol dan University of Glasgow di United Kingdom dan University of Goettingen di Jerman serta Vrije University di Belanda. Saya berencana mendaftarkan diri ke
banyak universitas dengan harapan ada satu saja yang menerima saya. Saya tidak
berharap terlalu banyak karena saya berusaha realistis bahwa universitas saya
bukan termasuk universitas top di Indonesia dan belum ada alumni dari fakultas
saya yang pernah mencobanya sebelumnya. Saya beberapa kali membaca di blog
pribadi orang lain bahwa ada yang ditolak saat mendaftar ke luar negeri karena
kampusnya dianggap tidak teregister atau tidak masuk ke dalam list yang dapat
mendaftar ke universitas tersebut, kebanyakan dari mereka ditolak oleh University of Glasgow. Bahkan salah
satunya memiliki akreditasi kampus yang lebih baik dari universitas asal saya.
Oleh karenanya saya berusaha mencari banyak referensi kampus supaya ketika saya
ditolak, masih ada kesempatan diterima di kampus lain. Itulah alasan utama
mengapa saya juga mendaftar ke jurusan anatomy karena saya merasa kemungkinan
saya untuk diterima bisa lebih besar karena saya pernah menjadi teaching assistant di Departemen Anatomi,
mengikuti olimpiade anatomi, dan saya memiliki publikasi ilmiah di bidang
anatomi.
Menurut saya dalam
memilih universitas untuk studi master atau doktoral harus mempertimbangkan
banyak hal. Mulai dari ranking atau reputasi universitas dan jurusan, modul
kuliah, ketersediaan dan kesesuaian supervisor riset dengan minat riset kita,
rencana karir ke depan, penyedia beasiswa, nilai kemampuan berbahasa Inggris,
sampai keadaan di kota dan negara tujuan. Singkat cerita, saya akhirnya
mendaftarkan diri ke delapan universitas yang kebetulan semuanya berada di United Kingdom, terutama di Inggris dan
Skotlandia. Sebenarnya ada beberapa universitas lain yang aplikasinya tidak
saya selesaikan seperti Queen Mary
University London, Boston University, University College Cork, dan Trinity College Dublin terutama karena
mereka mengenakan aplication fee
untuk mendaftar ke jurusan mereka. Universitas-universitas yang saya selesaikan
aplikasinya antara lain:
-
University College London
(Cardiovascular Science)
-
University of Glasgow
(Cardiovascular Science)
-
University of Bristol
(Translational Cardiovascular Medicine)
-
University of Aberdeen
(Cardiovascular Science and Diabetes)
-
University of Edinburgh (Human
Anatomy)
-
University of Sheffield (Human
Anatomy with Education)
-
University of Dundee (Human
Anatomy)
-
University of York (Clinical
Anatomy and Education)
Universitas di luar
negeri kebanyakan tidak mengadakan tes masuk untuk calon mahasiswanya karena
mereka lebih melihat potensi keseluruhan mahasiswa dengan melihat secara
keseluruhan kemampuan dan track record
calon mahasiswanya daripada hanya mendasarkan pada hasil tes saja. Beberapa
universitas juga menjadikan wawancara sebagai salah satu bagian seleksi. Jika
calon mahasiswa tidak bisa mengikuti wawancara di universitas tujuan maka
mereka akan mewawancara calon mahasiswanya via skype.
Secara umum,
persyaratan untuk mendaftar studi ke luar negeri adalah :
1.
IPK pada jenjang pendidikan sebelumnya
IPK
sangat penting untuk jenjang studi yang lebih tinggi karena universitas luar
negeri memberi batasan IPK (GPA = Grade
Point Average) minimal yang boleh mendaftar ke jurusan mereka. Jika IPK
kita tidak memenuhi standar yang mereka tetapkan, maka aplikasi kita akan
langsung tertolak. Pada umumnya di United
Kingdom, syarat IPK minimal ekuivalen dengan upper second degree (2.1)
atau dengan sistem Indonesia ekuivalen dengan IPK minimal sekitar 3,3. Di
universitas seperti Oxford dan Cambridge mereka bahkan mensyaratkan first
class degree (1) pada pendidikan sebelumnya atau setara dengan IPK
minimal 3,50 dan menyatakan bahwa umumnya yang sukses adalah aplikan dengan IPK
sekitar 3,70. Itulah sebabnya kita tidak boleh naif mengatakan IPK tidak
penting. Bagaimanapun IPK adalah standar dan tolok ukur kuantitatif untuk
menilai performa akademik seseorang walaupun ada hal-hal fundamental seperti
leadership, kemampuan interpersonal, kematangan emosi dan karakter yang tidak
dapat diukur dengan IPK. Oleh karena itu, menurut saya, berusaha memperoleh IPK
yang baik juga perlu asalkan tidak menjadi mahasiswa yang hanya sekedar bureng
alias buru rengking. Karena yang terpenting adalah bagaimana kita dapat
mempertanggunjawabkan gelar dan nilai yang tertera pada ijazah dan transkrip
kita.
2.
Curriculum Vitae (CV)
Daftar
riwayat hidup atau CV merupakan dokumen yang sangat penting saat mendaftar studi
postgraduate. Oleh karena itu, perlu untuk mempelajari cara membuat CV yang
baik. Karena melalui CV, kita dapat meng-endorse
diri kita pada tim penyeleksi mahasiswa. CV adalah kesempatan kita untuk
menunjukkan bahwa kita memiliki track
record yang baik untuk meyakinkan pihak universitas bahwa kita memilki
kualitas yang mereka cari. Secara umum, di CV kita dapat mencantumkan riwayat
pendidikan termasuk short course atau
research fellow, riwayat pekerjaan
dan organisasi, prestasi atau beasiswa dan grant
yang pernah didapat, pengalaman riset, mengajar, dan publikasi serta kemampuan
lain seperti bahasa asing. Pengalaman mengikuti seminar atau konferensi juga
perlu dituliskan untuk menunjukkan bahwa kita memilki concern terhadap dunia
pendidikan dan keilmuan. Oleh karena itu, saya menyarankan bagi yang masih di
bangku pendidikan agar tidak hanya terpaku untuk sekadar mendapat nilai tinggi
tapi juga aktif dalam kegiatan organisasi dan kegiatan akademik seperti
seminar, mengajar sebagai asisten, kompetisi akademik seperti olimpiade atau
kegiatan-kegiatan lain seperti volunteering
dsb. Karena kualitas-kualitas seperti itu juga yang nantinya akan menjadi bahan
pertimbangan penting, termasuk bagi panelis penyedia sponsor beasiswa.
3.
Motivation Letter/Statement of Purpose
Motivation Letter (Motlet) adalah dokumen yang tak kalah pentingnya dengan CV. Karena
pada dasarnya, CV dan Motlet adalah dokumen yang saling melengkapi karena tidak
semua informasi bisa dimuat di dalam CV. Secara umum, motlet adalah essay yang
berisikan motivasi mengapa kita ingin melanjutkan studi, mengapa harus di
universitas dan jurusan tersebut dan bukan di universitas lain, serta apa yang
hendak kita lakukakan nanti jika selesai studi. Oleh karena itu, penting untuk
melakukan riset mengenai profil universitas, mata kuliah yang ditawarkan,
kelebihannya dibanding universitas lain, termasuk kelebihan kota atau negara
tempat universitas tersebut berada. Selain itu yang tak kalah penting, ini
adalah kesempatan untuk kita “berbicara” dengan diri sendiri mengenai motivasi
dan apa yang hendak kita capai ke depannya. Jadi bukan hanya karena ingin
jalan-jalan ke luar negeri, karena ada banyak hal yang jauh lebih substansial
dan fundamental.
Tiap
universitas umumnya menentukan format motlet mereka sendiri seperti batasan
jumlah kata atau jumlah halaman dan apa saja yang pihak universitas ingin nilai
dari motlet kita. Sehingga kita harus aktif mengutak-atik website universitas
tujuan kita.
Saya
menyusun CV dan Motlet saya dalam waktu yang cukup lama karena saya menulisnya
di sela-sela waktu saya sebagai koas saat itu. Saya juga menyimpan file-file
saya ke dalam handphone sehingga saya bisa membacanya kembali di manapun ketika
saya memiliki waktu luang agar dapat memperbaiki yang masih kurang. Selain itu,
saya juga sering membuka blog dan menghubungi teman-teman saya untuk melihat
contoh CV dan motlet mereka untuk membantu saya melihat apa yang masih perlu
saya perbaiki. Penting juga untuk memiliki mentor atau teman yang dapat menjadi
proofreader untuk mengoreksi CV dan
motlet yang sudah kita tulis untuk mengoreksi substansi dan juga grammar serta penulisannya.
4.
Reference Letter / Surat Rekomendasi
Reference letter adalah dokumen penting yang memberikan gambaran tentang kualitas kita
dari perspektif atau sudut pandang orang lain. Biasanya ini dituliskan oleh dosen-dosen
(academic referee) yang dapat
memberikan komentar dan familiar terhadap performa akademik kita selama masa
studi. Oleh karena itu, sebaiknya kita meminta kepada dosen yang mengenal baik
diri kita sehingga dapat ikut meyakinkan pihak universitas untuk menerima kita.
Umumnya perekomendasi adalah dosen yang pernah membimbing kita dalam skripsi,
karya tulis ilmiah lainnya atau pembimbing akademik. Kalau bisa mendapat
rekomendasi dari petinggi fakultas akan lebih baik. Itulah mengapa penting
untuk selalu menjaga nama baik pribadi dan hubungan yang baik dengan guru-guru
kita karena mereka tidak hanya membantu kita selama masa pendidikan saja. Jika
kita sudah bekerja, maka kita dapat meminta surat rekomendasi ke atasan kita (professional referee). Tetapi pada
umumnya, pihak universitas tetap menghendaki ada minimal satu rekomendasi yang
ditulis oleh dosen kita.
Saya
sendiri mendapat rekomedasi dari dekan fakultas dan salah satu pembimbing karya
tulis saya semasa studi. Walaupun saat itu dekan saya sedang berada di
Skotlandia saat saya menghubungi beliau tapi beliau sangat mendukung rencana
saya dan dengan senang hati membantu saya. Beliau jugalah yang menyaranakan
saya agar mendaftar ke University of
Dundee dan sempat memberikan saya kontak salah satu professor di sana. Dosen
saya juga saat itu sebenarnya lagi sibuk-sibuknya mengurus akreditasi rumah
sakit tapi tetap menyempatkan waktu untuk membantu saya serta memberi dukungan
penuh.
Perlu
diketahui bahwa ada universitas yang membolehkan kita mengunggah hasil scan
surat rekomendasi yang kita punya, tetapi sebagian universitas tidak membolehkan
kita untuk mengetahui isi surat rekomendasi yang ditulis oleh perekomendasi
kita. Oleh karenanya, mereka mengirim link pribadi ke email perekomendasi kita
dan menuliskannya secara langsung secara online lalu dikirimkan ke pihak
universitas.
Jumlah
surat rekomedasi yang diperlukan pun beragam. Umumnya di Inggris meminta dua
rekomendasi. Di Skotlandia umumnya hanya satu saja dan di Amerika umumnya
mengharuskan kita mengirim tiga surat rekomendasi. Ada juga universitas atau
jurusan tertentu yang tidak perlu menyertakan surat rekomendasi.
5.
Ijazah dan Transkrip
Ijazah
dan transkrip juga wajib disertakan pada proses aplikasi. Menurut saya ini akan
jadi bahan evaluasi penyeleksi calon mahasiswa untuk melihat apakah mata-mata
kuliah dan nilai mata kuliah yang pernah diambil cukup untuk dapat mengikuti
perkuliahan nantinya. Oleh karenanya, saya pernah membaca blog seseorang yang
ditolak salah satu universitas di Jerman karena dianggap mata kuliah yang
pernah diambil di salah satu bidang kurang.
Jika
ijazah dan transkrip kita hanya dalam bahasa Indonesia, maka kita diwajibkan
juga untuk menyertakan ijazah dan transkrip kita yang sudah diterjemahkan ke
bahasa Inggris (atau bahasa lain) oleh penerjemah tersumpah (sworn translator). Untungnya, ijazah
dan transkrip di universitas saya sudah dalam bentuk bilingual sehingga saya
tidak perlu lagi menerjemahkan dokumen saya ke bahasa Inggris.
6.
Sertifikat Bahasa Asing
Ini
adalah salah satu persyaratan yang relatif sulit. Sebagian besar universitas
luar negeri mensyaratkan IELTS Academic atau TOEFL iBT (TOEFL ITP tidak
diterima untuk studi ke luar negeri) sebagai bukti english proficiency. Kedua sertifikat tersebut umumnya bisa dipakai
ke negara mana saja yang mensyaratkan bahasa Inggris sebagai persaratan admisi
termasuk di negara yang tidak berbahasa Inggris (mis. Belanda, Jerman, dll).
Kita sebenarnya boleh saja tidak memiliki sertifikat bahasa Inggris dengan
catatan pendidikan kita sebelumnya ditempuh di English-speaking country atau bahasa pengantarnya bahasa Inggris.
Perlu diingat, sertifikat bahasa Inggris tidak boleh lebih dari dua tahun sejak
tes dilakukan. (Informasi lebih detil
mengenai IELTS dapat dibaca di tulisan-tulisan saya sebelumnya)
Saya
sendiri menghadap dosen saya untuk meminta surat rekomendasi ketika saya sudah
memiliki sertifikat IETLS untuk memberi kesan kepada dosen saya bahwa seluruh
berkas saya sudah siap selain surat rekomendasi sehingga lebih meyakinkan.
7.
Passport
Sebenarnya
dokumen ini sifatnya opsional. Sebaiknya ada tapi kalau belum punya juga tidak
terlalu masalah karena sebagian universitas juga tidak mengharuskan kita untuk
memilki passport walaupun di form aplikasi umumnya kita diminta mengisi
passport. Tetapi saya sudah membuat passport sejak Desember 2018 di kantor
imigrasi Palu agar bisa menambah semangat supaya bisa ke luar negeri.
8.
Persyaratan lain
Secara
umum, 7 persyaratan di atas adalah yang paling sering kita butuhkan. Tetapi dalam
keadaan tertentu ada persyaratan tambahan yang diperlukan. Misalnya jika kita
ingin mendaftar ke universitas di Amerika Serikat, umumnya kita diminta
memasukkan dokumen GRE (Graduate Record
Examination) atau GMAT (Graduate
Management Admission Test) tergantung pada jurusan yang dituju. Kedua
dokumen ini hampir sama dengan Tes Potensi Akademik, hanya saja lebih rumit.
Kadang juga untuk jurusan master by
research (di luar negeri program master ada dua jenis : coursework dan research) kita juga harus
sudah memiliki proposal riset dan berkorespondensi dengan calon supervisor.
Selain itu, terkadang jurusan bisnis atau seni meminta calon mahasiswanya untuk
mengirim contoh portofolio mereka.
Setelah semua
syarat sudah terpenuhi, waktunya untuk mensubmit semua dokumen dan mengisi form
aplikasi secara online serta membayar application
fee (jika ada). Kemudian menunggu aplikasi kita diproses oleh admission
office. Terkadang ada tahap wawancara. Lamanya waktu yang diperlukan untuk
mendapat hasil dari aplikasi umumnya bervariasi dari beberapa hari sampai
beberapa bulan. Biasanya tergantung dari mekanisme penerimaan tiap kampus. Jika
universitas menerapkan rolling basis,
maka universitas akan langsung memberikan offer
jika pendaftar dianggap memenuhi persyaratan dan kuota mahasiswa masih ada.
Tetapi ada juga universitas yang mengumpulkan dulu beberapa aplikasi, lalu
memberikan ranking untuk tiap pelamar. Yang memiliki rangking aplikasi
terbaiklah yang akan diberian offer.
Pada akhirnya, preparation is everything. Jika kita
bisa mempersiapkan semua persyaratan dengan baik dan memaksimalkan seluruh
potensi yang ada pada diri kita, maka niscaya Letter of Acceptance (LoA) atau Letter
of Offer akan kita dapatkan.