Fistra Janrio`s Self Discovery

where I keep and share my stories and insights on the journey of pursuing higher education abroad

  • Home

source: freepik.com


Kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, adalah syarat mutlak untuk melanjutkan studi di luar negeri. Syarat fasih berbahasa Inggris tidak hanya berlaku di negara-negara berbahasa Inggris seperti UK, US, Australia atau Kanada, tetapi juga di negara seperti Jerman maupun Belanda dan banyak negara lainnya.

Namun harus diakui bahwa memenuhi persyaratan berbahasa Inggris seperti TOEFL atau IELTS bukanlah perkara mudah.Tidak hanya dari sisi kompleksitas ujian tetapi juga dari segi biaya yang seringkali berkisar jutaan rupiah.

Oleh karena itu, butuh persiapan yang matang sebelum kita memutuskan untuk mengambil sebuah sesi tes bahasa Inggris. Tidak jarang banyak yang rela mengeluarkan budget ekstra untuk mengambil kelas persiapan IELTS/TOEFL. Namun, seringkali biaya yang diperlukan untuk mengambil kursus tersebut juga tidak sedikit yang biasanya juga tidak jauh berbeda dengan biaya untuk tes IELTS atau TOEFL itu sendiri. Selain itu, penyedia kursus tes bahasa Inggris juga hanya tersedia di tempat-tempat tertentu saja.

Hal ini tentu jadi pertimbangan lebih bagi mereka yang mungkin punya waktu dan dana yang terbatas sehingga kursus tidak lagi menjadi pilihan yang bisa diambil. Dengan kata lain, belajar otodidak adalah pilihan jalan keluar yang tersisa. Namun, apakah memungkinkan untuk melakukan persiapan otodidak sebelum mengambil tes IELTS/TOEFL?

Kalau bicara kemungkinan, semua kemungkinan pasti ada. Saya sendiri mengambil tes IELTS dengan persiapan otodidak yang terutama karena keterbatasan dana serta tidak adanya penyedia kursus IELTS di tempat domisili saya. Pada akhirnya, pada tes IELTS pertama saya yang dipersiapkan secara otodidak, puji Tuhan saya mendapat overall band score 7.

Dari perngalaman saya tersebut, dan pengalaman orang lain yang sempat saya baca, saya berkesimpulan bahwa belajar otodidak IELTS mungkin dilakukan. Namun, tentu saja ada beberapa poin yang perlu diperhatikan.


1.      Melakukan Self-Assessment terlebih dulu

Yang pertama harus dilakukan adalah melihat dan mengira-ngira sejauh mana kemampuan berbahasa Inggris yang sudah kita miliki. Ini perlu untuk memperkirakan berapa lama waktu yang kita perlukan untuk belajar dan berlatih sebelum mengambil tes IELTS. Tes IELTS adalah tes yang sudah terstandarisasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa Inggris seseorang. Sehingga tentu saja tidak bisa dihadapi dengan system kebut semalam. Semua skill atau keterampilan pasti didapat dari latihan yang konsisten dan akan terus menjadi lebih baik jika terus ditempa seiring berjalannya waktu, termasuk dalam keterampilan berbahasa Inggris.

Jika kita kurang percaya diri dengan kemampuan yang kita miliki saat ini, maka ambil waktu lebih untuk persiapan dan latihan dari jauh-jauh hari sebelumnya. Oleh karena itu, perlu untuk menyusun timeline yang terukur mengenai kapan mulai belajar IELTS, kapan rencana mengambil tesnya, kapan mendaftar ke kampus tujuan serta kapan rencana mendaftar beasiswanya. Oleh karena itu persiapannya dapat berbulan-bulan bahkan sampai lebih dari setahun. Take time! The earlier you start, the more you can get prepared!


2.      Mengenali kelebihan dan kekurangan

Tes IELTS terdiri dari empat komponen yaitu Listening, Reading, Writing dan Speaking. Sangat mungkin kemampuan kita di empat komponen tersebut tidak merata. Mungkin kita lebih baik di komponen pasif yaitu listening dan reading dibandingkan writing dan speaking mengingat system pendidikan kita selama sekolah dasar sampai menengah kurang menitikberatkan pada penggunaan bahasa Inggris yang aktif dan praktikal. Setidakya ini berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi saya yang sebagian besar nilai lebih rendah ada pada writing dan speaking.

Jika kita bisa memetakan di komponen mana yang sudah cukup baik dan mana yang masih perlu belajar dan latihan ekstra, maka kita dapat mengatur porsi belajar kita. Hal ini penting karena sebagian besar kampus tujuan menentukan nilai minimal tiap komponen. Jadi walaupun nilai overall band kita sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan, tapi salah satu komponen masih ada yang kurang maka akan tetap jadi masalah.


3.      Latihan Konsisten

Jika kita sudah mengatur waktu persiapan yang dibutuhkan serta sudah memetakan di mana kelebihan dan kekurangan kita, maka selanjutnya adalah belajar dan berlatih secara disiplin dan konsisten. Of course, it is easier said than done! But this is mandatory!

Tentu saja dalam prosesnya terkadang rasa malas, perasaan ingin menunda, lelah atau bahkan ingin menyerah datang mengganggu. Tetapi jika kita sudah punya keinginan dan tujuan jelas yang ingin dicapai, there will always an energy boost. Jika lelah, istirahat sebentar, then make sure you come back with the same, or even higher, spirit!

I believe that you don`t wanna miss that blossom flowers in spring, that summer breeze, that falling yellow autumn leaves, or that cold sweet winter by giving up on this one.

Winter in London (source: followmeaway.com)

Saya sudah menuliskan pengalaman pribadi saya, termasuk bagaimana saya mempersiapkan ujian IELTS saya di 2 tulisan saya sebelumnya yang mungkin bisa membantu.

Belajar Otodidak IELTS
Mengenal Lebih Dekat IELTS

4.      Membiasakan diri dengan teknis ujian

Setelah konsisten berlatih, jangan lupa untuk membiasakan diri dengan teknis pelaksanaan ujian agar tidak kaget saat tes sesungguhnya berlangsung. Ini juga tak kalah penting agar kita bisa lebih siap saat kita berada pada situasi tes yang sebenarnya.

Sebagai contoh, saat saya berlatih listening IELTS dulu, saya selalu berlatih menggunakan headset. Namun saat tes sesungguhnya berlangsung, ternyata ujiannya langsung mendengarkan dari radio. Hal ini hampir  menjadi titik kejatuhan saya karena saat ujian berlangsung, suara dan percakapan yang diperdengarkan menjadi lebih tidak jelas dibandingakan saat menggunakan headset. Oleh karena itu saya berpendapat jika membiasakan diri dengan teknis pelaksanaan ujian juga penting.


Jika mengambil persiapan IELTS melalui sebuah kursus atau lembaga belajar tertentu tidak menjadi kendala, maka tentu saja akan lebih baik lagi. Tetapi jika belajar otodidak adalah sebuah pilihan, maka semoga tulisan sederhana ini dapat sedikit membantu. Karena bagaimanapun, yang paling penting adalah kemauan keras untuk belajar. Kursus atau tidak hanya metode pembelajaran saja.

Namun, perlu digarisbawahi jika ini hanya berangkat dari pengalaman pribadi saja, sehingga mungkin tidak semua pas untuk diaplikasikan mentah-mentah ke tiap orang yang berbeda. But still, hope this helps!


Hi there!! Here I am again. It`s been a while since I haven`t posted anything in this blog.

Pandemi COVID-19 memang menghambat banyak rencana yang mungkin sudah dipersiapkan matang-matang dari berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelumnya. Termasuk rencana besar saya untuk kembali ke bangku pendidikan bulan September 2020. LoA sudah ada. Letter of Guarantee dari LPDP juga sudah di tangan. Tapi apa mau dikata, perjalanan ke London harus ditunda dulu setidaknya sampai September 2021 dengan harapan pandemi akan membaik ke depannya.

Sebenarnya UCL dan kampus-kampus lainnya di berbagai negara menawarkan pilihan perkuliahan online selama pandemi. Namun sepertinya itu tidak menjadi pilihan yang akan saya ambil. Saya tidak ingin kehilangan pengalaman berharga tinggal di ibukota Inggris dan UK walau hanya beberapa bulan saja mengingat durasi perkuliahan saya hanya setahun. I just want to live it at the fullest.

Di lain pihak, saya tidak yakin perkuliahan online dapat menjadi pengganti yang sepadan untuk perkuliahan on-campus. Di tambah lagi Indonesia (WITA) dan UK berbeda 8 jam, sehingga time gap-nya cukup lebar jika harus berkuliah online dari Indonesia.

Singkat cerita, saya mengajukan penundaan perkuliahan ke kampus saya yang kemudian disetujui oleh kepala jurusan walaupun sebelumnya saya sudah pernah mengajukan penundaan perkuliahan dari 2019 ke 2020. Sambil mengisi waktu panjang menanti perkuliahan yang tertunda karena COVID-19, saya kemudian bekerja di Rumah Sakit INCO Sorowako Awal Bros sebagai dokter umum untuk penanganan COVID-19 dengan kontrak sampai Januari 2021.

Yang jadi permasalahan adalah offer saya kemudian berubah menjadi conditional LoA karena sertifikat IELTS saya sudah berusia 2 tahun pada bulan Januari 2021. Dengan kata lain, saya harus mengambil tes bahasa Inggris lagi.

Hanya saja di situasi pandemi, tes bahasa Inggris seperti IELTS atau TOEFL menjadi lebih sulit karena umumnya lokasi tes hanya terdapat di kota-kota besar yang kemungkinan besar tingkat penularan coronavirusnya menjadi lebih tinggi dibanding tempat lain. Di tambah lagi rutinitas sebagai dokter COVID-19 yang ternyata lebih melelahkan dari yang saya perkirakan menjadi bonus hambatan yang harus saya hadapi. Rasanya sulit untuk mencari waktu khusus untuk perisapan mengambil tes IELTS di tengah terus bertambahnya pasien COVID-19 di Sorowako tempat saya bekerja.

Dalam situasi inilah saya berkenalan dengan salah satu tes bahasa Inggris lain yang tidak pernah saya tau sebelumnya, DUOLINGO. Yes! It might sound unfamiliar compared to IELTS, TOEFL, or TOEIC.

But in time of pandemic, DUOLINGO saves the day!! Or at the very least, my day!!

source: duolingo.com

Di tengah kondisi yang tidak menentu seperti saat pandemi coronavirus, Duolingo seperti menjadi oasis karena University College London menerima Duolingo sebagai persyaratan admisi selama pandemi.

Menurut saya Duolingo memiliki cukup banyak kelebihan dibandingkan tes sejenis lainnya. 

Pertama, tesnya relatif lebih simpel. Hanya butuh waktu sekitar sejam. Komponen dan material tesnya lebih sederhana dibanding IELTS Academic yang menurut saya lebih demanding dan butuh latihan dan fokus lebih. 

Kedua, dari segi biaya lebih murah dibanding IELTS atau TOEFL IBT yang bisa hampir 3 jutaan. Saat saya mengambil tes Duolingo, biaya tesnya sebesar 692.000 yang dapat dibayar lewat kartu kredit.

Ketiga, hasil tesnya lebih cepat keluar. 2x24 jam sudah ada. Bahkan ada yang dalam 1x24 jam sudah dapat hasilnya. Hasilnya dapat langsung didownload dalam bentuk PDF, diprint atau dikirim langsung ke universitas tujuan.

Keempat, tesnya dapat dilakukan kapan saja atau di mana saja (walaupun ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus ditaati) asal ada komputer/laptop dan jaringan internet. Sehingga untuk seseorang yang waktunya cukup terbatas dan butuh flexibilitas, Duolingo bisa jadi pilihan yang sangat membantu.

Sebelum tes yang sesungguhnya di mulai, kita dapat berlatih dan melakukan simulasi tes di websitenya. Walaupun berdasarkan pengalaman saya, bank soalnya tidak banyak sehingga semakin lama berlatih soalnya seperti terasa itu-itu saja. Namun cukup membantu untuk membiasakan diri dengan teknis pelaksanaan tesnya.

Untuk detail dan persayaratannya serta simulasi tesnya, dapat langsung dibaca di website resminya di www.duolingo.com

Jika dilihat lebih detail, soal Duolingo lebih sederhana seperti melengkapi kata yang tidak lengkap agar menjadi kata, kalimat serta paragraf yang utuh. Untuk listening, soalnya seperti mengetik kembali kalimat yang diperdengarkan, serta membedakan mana kata bahasa Inggris asli dan mana yang bukan. 

Untuk writing, hampir mirip dengan IELTS Writing Part 2. Bedanya, kita diminta menuliskan argumen mengenai sebuah fenomena atau pertanyaan dalam waktu 2-3 menit saja. Kalau tidak salah ingat ada minimal kata yang harus dituliskan.

Pada bagian Speaking juga ada kemiripan dengan speaking IELTS. Ada bagian di mana kita diminta membacakan kalimat tertentu dan pada bagian lain, kita diminta untuk berbicara mengenai sebuah fenomena atau diminta memberikan argumen mengenai sebuah pernyataan. Mirip dengan IELTS, hanya saja tidak berhadapan dengan native speaker secara langsung.

Singkat cerita, setelah menjalani tes hasilnya keluar kurang dari 2x24 jam. Saya mendapat skor 120 dari total 160. Skor yang tidak terlalu tinggi namun menurut saya cukup untuk first taker dengan persiapan yang minimal. Lebih dari itu, skor ini cukup untuk membuat saya kembali mendapat LoA unconditional dari UCL karena UCL hanya meminta overal skor minimal 115 dan belum ada syarat nilai minimal untuk per komponennya (mungkin karena tesnya baru digunakan sehingga perlu validasi skor).



Oh ya, untuk Duolingo komponen penilaiannya sedikit berbeda dengan IELTS atau TOEFL yang umumnya membagi  4 komponen Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Untuk Duolingo, komponen penilainnya juga tentu saja menilai 4 kemampuan berbahasa pada umumnya namun dalam penjabaran yang berbeda yaitu Literacy (read and write), Conversation (listen and speak), Comprehension (read and listen), dan Production (write and speak).

Hasil tes Duolingo saya sebenarnya cukup equivalen dengan tes IELTS saya sebelumnya karena nilai tertinggi saya ada pada Reading dan Listening dan terendah pada bagian Speaking dan Writing. Yes, I still need to work harder on speaking and writing.

Tapi apapun itu, setidaknya adanya tes Duolingo sangat membantu saya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi dan bisa merubah kembali status LoA saya menjadi unconditional.

See you in another story. Hope this helps!!

Source : insidehighered.com


Russell Group is an association of research-based universities in the United Kingdom. By now, there are 24 prominent UK universities engaged in the Russell Group. University of Cambridge, Oxford, and University College London (UCL) are among those enjoying rewarding collaboration and practical impact on society trough the existence of Russell Group.

Russell Group is identical to the other university associations in many other countries. Ivy League in the United States or Group of Eight in Australia are the prime example of university associations which consisted of country`s most prestigious education institutions.

However, Russell Group, and perhaps the other similar groups, is more than just an elite group with big names. They serve real impact on many practical aspects on a wider society. Russell Group provides major contribution for research and education development, economic stability, and better community. Altogether, Russell Group members provide ultimate support for the UK and global development.

According to Times Higher Education, The Russell Group injected GBP 86.5 billion for the UK`s economy during 2015-16 period, or GBP 3,6 billion by each university member in average. In Australia, Group of Eight contributed AUD 66.4 billion for the country`s economy through research, international students, graduates, and employment.
source : russellgroup.ac.uk
Russell Group produces majority of the researches in the UK and provides a support for more than 300.000 jobs across the UK. They produce more than GBP 32 billion each year to maintain economic stability.

On December 2019, Russell Group published its statement regarding their commitment to support environment sustainability. This represented their existence and real contribution to tackle one of the most urgent world`s issues, climate change, trough cutting-edge research, teaching and sustainable practices. They have established Russell Group`s Environmental Sustainability Network as a media or platform in delivering practical approach to understand the issues and mitigate the impact.

The UK government has also set target zero emission of greenhouse gases in 2050. The Russell Group has indicated that they will provide support to this target trough focused utilization of science and technology to address the challenges and provide solution against the worsening climate change.

Russell Group has shown that academia and academic institutions are highly capable to provide real support and sustainable impact on society. Universities are not meant to be isolated in scientific communities and should have a critical role in delivering social, economic, environmental, and cultural impacts in a wider community. Moreover, academic institutions should also be actively involved in supporting Sustainable Development Goals as they do have power to help us to cope with climate change, global warming, and other pressing issues.

Nowadays, we are witnessing a lot of worrying issues happening both locally and globally. From immense flood in Greater Jakarta, to ice sheet on Jayawijaya mountain that is predicted to be gone due to global warming. The wildfires in Australia has been causing millions animals` deaths. The glaciers continue to melting or the snow falling on Saudi Arabia`s desert has shown us that climate change is real and it might be irreversible and bring more devastating outcomes if we keep our eyes closed.

Today in the UK, more than half universities have committed to derive from fossil fuel and endeavor to increase clean energy utilization. 78 out of 154 universities in the UK are working together for clean energy campaign.

That is something that is unlikely happening in Indonesia today. Perhaps, Indonesian people seem to be more concerned on how Indonesian universities can increase individual performance and go further in the world`s university ranking. Having a high ranking is good, but working together and collaborating for a bigger and wider impact for the world`s sustainability is holding much importance.

Fortunately, we have University of Indonesia that is among top 100 universities who support the Sustainable Development Goals agendas according to the Times Higher Education in 2019. However, we need more than just University of Indonesia. Indonesian`s leading education institutions are also able to do more breakthroughs in providing community development, economic stability, social security, and nature sustainability by working together under one umbrella.

Considering what Russell Group has committed to do in overwhelming the pressing issues has opened our eyes that academic institution can bring more significant impacts. If the universities in Indonesia are committed to work together under the same visions and goals, we might be able to tackle many local issues and involved in delivering bigger impact on a wider society as our legacy for the next generations.

The change won`t happen in one night and the impact may not be instantaneous. However, the condition will not get any better by doing nothing or keep doing the same approach. Therefore, it might be a good time for reflection. Should we have our own Russell Group for a bigger impact on world`s sustainability?



Negeri Ratu Elizabeth memang selalu punya daya tarik tersendiri. Kerajaan Inggris sudah memberi corak warna tersendiri bagi sejarah peradaban dunia di berbagai bidang kehidupan. Harry Potter, James Bond, Mr. Bean, Sherlock Holmes, Coldplay, The Beatles, sampai English Premier League adalah sebagian kecil produk dari Britania Raya yang mendunia.

Di dunia pendidikan pun, Inggris Raya selalu menjadi destinasi favorit para pelajar dari berbagai belahan dunia. Banyak ilmuan dan tokoh ternama dunia yang pernah menimba ilmu di institusi pendidikan Inggris. Sebut saja Mahatma Gandhi, Alexander Graham Bell, Stephen Hawking, sampai Chris Martin. Bukan hanya karena reputasi universitas di Inggris, tetapi juga kemegahan serta keindahan arsitektur kampusnya yang menjadi saksi sejarah perkembangan kebudayaan manusia  yang menjadi magnet kuat yang sulit diabaikan begitu saja.

Britania Raya adalah rumah bagi universitas-universitas terbaik dunia yang tersebar dari Inggris, Wales, Skotlandia, hingga Irlandia Utara. Bukan hanya terbaik, tetapi juga sarat dengan kampus-kampus yang indah dan arsitektur yang menawan. Tentu saja kita tidak boleh menilai kualitas buku dari sampulnya saja, tetapi kita juga harus jujur mengakui bahwa terkadang buku yang berkualitas juga pasti dikemas dalam sampul yang menarik pula. Sehingga tidak ada salahnya menyimpan kekaguman pada keindahan bangunan universitas dengan arsitektur khas benua biru.

Oleh karenanya, berdasarkan pengalaman saya menjelajahi kampus-kampus di negeri Union Jack melalui blog dan website selama proses panjang perburuan LoA dan beasiswa, saya mengabadikan kekaguman saya dalam tulisan ini yang merangkum 6 deretan kampus terindah di Britania Raya menurut versi saya. 

6. The Queen`s University of Belfast

Sesuai namanya, Queen`s University of Belfast (QUB) adalah perguruan tinggi yang terletak di Kota Belfast yang merupakan ibukota Irlandia Utara. QUB merupakan universitas tertua ke sembilan di Britania Raya. Kampus ini didirikan oleh Ratu Victoria pada abad ke 19 tepatnya tahun 1845 tetapi baru dibuka pada tahun 1849.
QUB merupakan universitas tertua di bagian utara Irlandia dan dibuat dari tiga Queen`s College yaitu Cork, Galway, dan Belfast. QUB sebenarnya didirikan oleh Ratu Victoria sebagai alternatif universitas tanpa dedominasi, mengingat kampus Trinity College Dublin yang terletak di kota Dublin Republik Irlandia saat itu dikontrol oleh gereja dari dedominasi Anglikan.
QUB terdiri dari lebih dari 300 bangunan. Akan tetapi bagunan utama yang menjadi simbol QUB adalah the Lanyon Building. Diambil dari nama Sir Charles Lanyon yang merupakan arsitek main bulding Lanyon. Desain QUB yang dibuat Sir Lanyon dan dibangun dengan batu pasir dan bata merah merefleksikan dengan kuat kebudayaan dan sisi historis Irlandia pada masa itu dan masih menjadi salah satu bangunan terindah di Kota Belfast.
Lanyon Building - Queen's University of Belfast

5. The University of Edinburgh
The University of Edinburgh

Universitas ini terletak di kota Edinburgh yang merupakan ibukota Skotlandia. University of Edinburgh (UoE) sendiri berdiri tahun 1582 dan merupakan kampus tertua keenam di English-speaking world. UoE adalah salah satu kampus terbaik di Inggris Raya dan dunia saat ini. Menurut QS World University Ranking yang terbaru (2020), UoE masuk dalam 20 universitas terbaik dunia. Oleh karenanya, pernah diterima oleh UoE merupakan sebuah kebanggan tersendiri walaupun pada akhirnya tidak jadi melanjutkan studi di sana.
UoE juga sudah melahirkan banyak pengukir sejarah dunia. JK Rowling dan Arthur Conan Doyle, sang penulis Sherlock Holmes, adalah sebagian dari alumni UoE. Alexander Graham Bell juga merupakan lulusan UoE sebelum melanjutkan pendidikan ke University College London (UCL).
Bukan hanya kampus UoE, tapi keseluruhan kota Edinburgh adalah representasi keindahan. Walaupun berstatus sebagai ibukota, kota yang dijuluki Athens of the North ini bukanlah kota terbesar di negara asal Sir Alex Ferguson itu.  Kota ini dijuluki Athena dari Utara karena Edinburgh menjadi pusat perkembangan filsafat, ekonomi dan kedokteran di tahun 1700an. 

Edinburgh adalah kota yang sangat indah. Terdiri dari Old Town dengan arsitektur khas abad pertengahan dan New Town yang lebih modern tapi tetap meniggalkan kesan klasik dari jaman kerajaan Inggris. Saat saya menulis ini, saya belum pernah menginjakkan kaki di sana. Tetapi dengan berselancar di internet dan mendegar testimoni dari teman yang pernah berkunjung ke sana membuat saya pun mengagumi kota ini dan berharap dapat melihatnya langsung suatu saat nanti.
The View of Edinburgh City

Sebagai informasi, Harry Potter lahir di kota Edinburgh di sebuah kafe kecil bernama Elephant House. Di kafe yang tak jauh dari Edinburgh Castle inilah JK Rowling menghabiskan waktunya menulis buku serial Harry Potter.


4. Royal Holloway University

Berdasarkan pengalaman pribadi saya, Royal Holloway University of London (RHU) pada umumnya bukanlah destinasi utama para pelajar yang ingin bersekolah di UK. Walaupun demikian, keindahan kampus RHU tidak bisa dilewatkan begitu saja. RHU juga tercatat sebagai salah satu universitas yang pertama kali membuka akses bagi wanita untuk mengenyam pendidikan tinggi.
RHU terletak di Egham dan merupakan gabungan dari dua college yaitu Bedford College dan Royal Holloway College. Bedford College pertama kali dibuka tahun 1849. Sedangkan Royal Holloway College diresmikan Ratu Victoria tahun 1886. Di Royal Holloway College inilah terdapat bangunan Founder`s Building yang menjadi ikon dari RHU. Tahun 1900, kedua college tersebut bergabung ke dalam University of London yang merupakan asosiasi atau perkumpulan universitas-universitas yang berada di kota London. Bedford College dan Royal Holloway College baru bergabung menjadi Royal Holloway University seperti yang dikenal sekarang pada thun 1985.
Founder's Building Royal Holloway University 

3. University of Glasgow
University of Glasgow 
University of Glasgow (UoG) has always been my first love. I am forever grateful for being offered a place to study there. 
Di luar dari sisi akademis, saya selalu menyimpan kekaguman terhadap arsitektur UoG. University of Glasgow merupakan universitas tertua ke-4 di English-Speaking World dan berdiri sejak tahun 1451. Skotlandia memang banyak menyimpan universitas-universitas tertua di daratan Britania. Selain University of Edinburgh dan Glasgow, University of Aberdeen dan St. Andrew juga masuk jajaran universitas tertua di Inggris Raya.
Jika Anda adalah penggemar Harry Potter, keindahan kampus UoG akan langsung mengingatkan Anda pada Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry. UoG memang terkenal akan arsitekturnya yang bertema gotik (gothic revival) seperti halnya Palace of Westminster yang mulai berkembang pada zaman Renaissance. Selain arsitektur bangunannya secara keseluruhan, Glasgow University Cloisters yang indah nan elegan juga adalah spot di dalam kampus UoG yang selain sangat instagram-able, juga sangat mengundang decak kagum.
Glasgow University Cloister

Glasgow sendiri merupakan kota terbesar di Skotlandia dan terbesar ke empat di Britania Raya setelah London, Birmingham, dan Leeds. Konon, kata Glasgow berasal dari bahasa Gaelic (bahasa asli orang Skotlandia) yang berarti lembah hijau. Kota ini juga terkenal akan rivalitas klub sepakbolanya yaitu Glasgow Celtic dan Glasgow Rangers.
Dari segi akademik, UoG selalu konsisten berada dalam jajaran 100 universitas terbaik di dunia. Salah satu alumni UoG yang terkenal adalah Gerard Buttler. Pemeran Mike Banning dalam film serial Olympus Has Fallen, London Has Fallen, dan Angel Has Fallen.

2. University of Oxford

University of Oxford adalah salah satu universitas terbaik di dunia. Oxford selalu masuk dalam jajaran universitas terbaik di planet ini bersama dengan Cambridge, Harvard, Stanford, dan MIT. Sehingga orang-orang yang bisa berkuliah di sana memang adalah orang-orang dengan kualitas yang luar biasa.
Tidak ada dokumentasi sejarah yang jelas mengenai kapan Oxford pertama kali berdiri. Namun aktivitas mengajar sudah ada sejak tahun 1096 dan menjadikannya sebagai universitas tertua di English-Speaking World. Oxford berkembang pesat sejak tahun 1167 saat King Henry II melarang mahasiswa Inggris untuk belajar di University of Paris.
Selain reputasi akademik yang luar biasa, kampus yang bermotto Dominus Illuminatio  Mea (Lord is my light) itu juga memiliki bangunan yang sangat indah. Salah satu bangunannya digunakan sebagai lokasi syuting film Harry Potter. Aula utama dalam film Harry Potter yang merupakan tempat seluruh siswa berkumpul saat makan, penyambutan siswa baru, dan pembagian house oleh Sorting Hat aslinya merupakan Christ Church, sebuah gereja yang berada di dalam Oxford University. Hal ini juga menjadikan Oxford sebagai satu-satunya kampus dengan gereja di dalamnya.
Christ Church-Oxford University

Oxford University juga memiliki perpustakaan terbesar sekaligus juga kampus dengan percetakan terbesar di dunia (Oxford University Pers).


University of Oxford

1. University of Cambridge

University of Cambridge juga merupakan salah satu kampus terbaik di Inggris dan di seluruh dunia. Bersama dengan Oxford, keduanya sering disebut sebagai Oxbridge (Oxford Cambridge) karena rivalitas satu sama lain dan dipandang sebagai universitas yang paling elit dan terpandang di Britania. Selain itu, Cambridge juga memiliki sejarah yang berkaitan erat dengan Oxford.
Pada tahun 1209, sempat terjadi konflik antara para pelajar dan masyarakat di kota Oxford yang membagi akademisi Oxford menjadi dua kubu. Satu memilih untuk tetap berada di Oxford, sedangkan yang lain memilih lari ke Cambridge. Merekalah yang kemudian mendirikan sebuah perguruan tinggi baru yang kemudian resmi berdiri sebagai University of Cambridge.
Cambridge juga merupakan rumah penghasil ilmuwan-ilmuwan yang mengubah dunia dan tokoh-tokoh terkenal lainnya. Sebut saja  Stephen Hawking, Isaac Newton, Carles Darwin, Niels Bohr, Ernest Rutherford, sampai Tom “Loki” Hiddlestone dan Arsene Wenger mantan pelatih klub Arsenal. Bahkan John Harvard, yang merupakan pendiri Harvard University sebagai universitas tertua di Amerika adalah alumni University of Cambridge.
Cambridge selain dari sisi kelimuan, juga menyimpan sejuta pesona lewat keindahan bangunan kampusnya. Beberapa kali Cambridge University juga muncul dalam film-film terkenal seperti pada film biografi Stephen Hawking berjudul The Theory of Everything. Selain itu juga sempat keluar dalam film Sherlock Holmes yang kedua yang merupakan tempat tokoh antagonis utama yang jenius ,James Moriarty, mengajar sebagai dosen.
The Beauty of Cambridge

Sebagai tambahan, Cambridge University menyediakan beasiswa penuh yang sangat prestisius yaitu Gates Cambridge Scholarship. Beasiswa ini diberikan tiap tahunnya oleh Bill Gates kepada calon mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik yang menjanjikan serta leadership dan influencing skill yang kuat. 
Memilih kampus terbaik untuk melanjutkan studi di luar negeri memang harus mempertimbangkan banyak hal. Ini tentu saja menyangkut masa depan sehingga perlu dipirkan matang-matang dan dengan dasar pertimbangan yang jelas.
Yang pertama harus dipikirkan adalah apakah kemampuan dan modal dasar kita kira-kira sudah memenuhi persyaratan minimal untuk mendaftar di universitas dan jurusan yang kita tuju. Mulai dari IPK di jenjang pendidikan sebelumnya sampai nilai sertifikat kemampuan berbahasa asing. Persyaratan ini dapat dilihat di masing-masing website universitas.
Sebagai contoh, kita ingin masuk di University of Oxford yang mensyaratkan predikat setara dengan first class (IPK >3,50) di jenjang pendidikan sebelumnya serta nilai IELTS all straight 7. Namun ternyata IPK sarjana yang kita miliki adalah 3,40 dan sertifikat bahasa Inggris overall 6.5. Dengan kata lain, kita tidak memenuhi syarat minimal yang ditetapkan sehingga kita harus mempertimbangkan ulang jika ingin mendaftar di University of Oxford serta mencari alternatif lainnya yang lebih affordable.
Sebenarnya tidak ada defenisi pasti atau parameter mutlak untuk menentukan kampus terbaik itu seperti apa atau harus bagaimana. Tiap orang punya preferensi serta pertimbangan sendiri dalam menentukan mana kampus terbaik untuk dirinya. Tetapi yang harus menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana memilih kampus yang kira-kira bisa membuat diri kita berkembang dan memaksimalkan potensi terbaik diri serta memenuhi visi dan tujuan jangka panjang kita.
Tentu saja ranking universitas dapat dijadikan salah satu pertimbangan, baik ranking universitas secara keseluruhan maupun ranking universitas untuk bidang ilmu tertentu. Semakin tinggi rankingnya, tentu saja kualitasnya semakin terjamin. Untuk mengevaluasi ranking kita dapat mengacu pada QS World University Ranking, Times Higher Education, atau Academic Ranking of World University.

Tetapi harus diingat baik-baik jika ranking universitas juga sebaiknya tidak dijadikan acuan mutlak. Ada lebih banyak pertimbangan yang sifatnya justru lebih fundamental dibanding hanya sekedar melihat peringkat.
Yang perlu dicermati adalah modul-modul atau mata kuliah yang ditawarkan di kampus yang kita tuju. Di luar negeri jurusan untuk sebuah rumpun ilmu bisa sangat beragam. Bahkan jurusan yang sama di dua universitas yang berbeda dapat menawarkan mata kuliah yang bisa sangat berbeda satu sama lain. Sehingga kita harus bijak memilih jurusan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, minat, passion, dan aspirasi jangka panjang kita. Pertanyaan penting yang perlu dijawab di sini adalah jurusan di universitas mana yang bisa membuat kita lebih berkembang nantinya. Menjawab pertanyaan ini lebih esensial dibanding sekedar melihat ranking universitas.
Selain itu, pilihan universitas juga dapat disesuaikan dengan minat riset kita. Sehingga kita dapat memilih kampus yang memiliki supervisor riset yang menggeluti bidang yang kita minati atau yang memiliki research impact yang tinggi. Fasilitas dan metode pembelajaran juga perlu dipertimbangkan.
Pertimbangan lain seperti suasana atau keadaan kota dan negara atau kenyamanan kampus juga tentu saja perlu mendapat perhatian. Hanya saja mungkin bukan menjadi bahan pertimbangan utama.
Setiap orang punya latar belakang dan aspirasi yang berbeda. Sehingga pendekatan untuk menentukan pilihan universitas terbaik juga sangat mungkin bervariasi. Oleh karena itu kembali lagi bahwa tidak ada patokan mutlak untuk mendefenisikan universitas terbaik. Mungkin yang lebih tepat adalah universitas yang pas, cocok, atau paling sesuai untuk kita.
Sebagai contoh, Pak Made Andi Arsana yang merupakan dosen Geodesi UGM yang banyak membagikan inspirasi dan menulis tentang pengalaman dan tips untuk kuliah di luar negeri (terutama Australia), pernah menulis di blog pribadinya mengenai pertimbangannya memilih kampus untuk S3. Beliau menyelesaikan studi S2-nya di University of New South Wales di Sidney. Dosen beliau menyarankan untuk tetap mengambil S3 di UNSW nantinya tetapi pada akhirnya memilih University of Wologgong (UoW) untuk studi doktornya. Universitas yang lebih kecil dan secara peringkat lebih rendah serta tidak lebih populer jika dibandingkan dengan UNSW. Tetapi Pak Andi dengan pasti dan yakin memilih UoW karena meyakini bahwa UoW justru akan membuatnya lebih berkembang di bidang ilmu yang ingin digelutinya ketimbang UNSW. Saya juga menyarankan Anda mengutak-atik website beliau untuk mendapat banyak informasi dan inspirasi seputar beasiswa dan kuliah ke luar negeri (terutama Australia) . www.madeandi.com
Seorang teman pernah bercerita bahwa ia memilih melanjutkan studi master di University of California San Fransisco (UCSF) dalam bidang clinical research. Dia ingin belajar mengembangkan teknologi yang bisa diaplikasikan di dunia medis. Dengan dasar pertimbangan tersebut, dia memilih UCSF karena di San Fransisco terdapat Silicon Valley. Tempat perusahaan-perusahaan start up terkenal dunia seperti Google, Yahoo, Apple, HP, Intel,eBay dan banyak lainnya berkumpul.
Walaupun saya diterima di delapan universitas di UK, saya pada akhirnya memilih UCL. Walaupun secara ranking memang termasuk universitas top dunia, tetapi saya memilih UCL karena menitikberatkan pada modul-modul yang ditawarkan selain karena menyesuaikan dengan daftar universitas tujuan LPDP. UCL menawarkan mata kuliah yang sangat cocok dengan latar belakang saya sebagai dokter yang ingin berkecimpung di dunia akademik dan klinik. UCL menawarkan modul yang komprehesif serta menyediakan mata kuliah yang dikhususkan bagi klinisi yang dibawakan di salah satu pusat jantung terbaik di benua biru.
Bisa menjadi bagian dari Harvard, Stanford, MIT, Oxford, atau Cambridge mungkin adalah sebuah kebanggan dan impian setiap orang. Hanya saja, berkuliah dan memilih universitas luar negeri tidak melulu soal nama besar dan ranking universitas. Akan tetapi jika kebetulan universitas terkemuka tersebut sesuai dengan pertimbangan dan tujuan jangka panjang kita, maka tentu saja akan jauh lebih baik.
Jadi apa pilihanmu?
Mother Theresa will always have her own place in humanity. She has shown us how loving other people can be started out from our simplest condition. One of her quotes has always been my favourite. She once said “Spread love everywhere you go. Let no one ever come to you without leaving happier”. From there I believe that every single one of us can offer something for our own society in creating a happier world. A world where we can see kindness as our own language in communicating with others.

I strongly believe that kindness is when we can use our lives to bring and shape positivity in other`s live since our lives have always been connected to others. We are not the sole owners of our lives. Some part of it belongs to others. In other words, our lives will be meaningful only if we can make a change to others` lives even if it only means bringing a simple tiny smile to their face. Kindness is something that needs real action, not a word to describe.

I have been admitted to several prominent universities in the United Kingdom for my master study and very enthusiast to start my international career. However, doing my duty as a doctor at a Community Health Centre (Puskesmas) in my hometown has brought major changes toward my perspective. As a doctor at the primary health care centre, I obtain many priceless opportunities to do medical service in the field for people from different social and economic backgrounds, particularly in the remote areas. It made me understand that I had been thinking too far and ignoring my local society that actually needs me more.

During my duty in the field, I have encountered people with different problems. Some of them were elderlies who could not go to Puskesmas on their own since their family and relatives are living in another cities. Some other elderlies could not seek for medical assistance because their physical conditions prevent them to do so.

I am also conducting health promotion and disease screening on elementary and high school students. Many of those schools are located in the distant areas. Many students go to school every day with dirty worn-out clothes and without wearing shoes. They must go to school earlier since they have to walk to their schools which are located several kilometres away from home. Therefore, they often do not put enough attention to their physical cleanliness and health making them susceptible for many health problems.

I then realized that if I need to give attention and kindness to society, here is exactly where I have to start. Creating a kinder society has to be started right from where we stand and from the simplest thing that we able to do. As for me, I always try to be a good listener for every problem of my patients because sometimes the patients only searching for the people who want to be their problem listener. I endeavour to provide service with the best knowledge and skill that I have. I carefully examine the students and refer them to Puskesmas if they may need further examination or treatment.

I once encountered an old woman who was suffering for Chronic Heart Failure. She had never been to church anymore for years because she had to walk uphill. I carefully listened to her complaints and gave her proper medication and advice. At the end, I gave her a high-five to cheer her up. It was heart-warming when she said “Thank you doctor. Hope to see you again” while smiling before leaving.

Everyone has their own potential to contribute in delivering kindness to our surroundings regardless their background or occupation. Thus, do not wait until anyone manage to start it. We have to start it ourselves from now on. I believe that kindness is contagious, no matter how little it is. It will spread like a virus and become a trigger for other people to do the same thing. That is why creating society full of kindness will always start from ourselves. If every single one wants to take responsibility as kindness provider, we will be the host of a better world.


Essay ini ditulis dalam rangka mengikuti International Essay Writing Contest yang diadakan oleh Goi Peace Foundation Japan dengan tema Creating Society Full of Kindness. Kontes ini diikuti 20.657 kontestan dari 157 negara. 

Personal Statement (PS), sering juga disebut Motivation Letter dan Statement of Purpose, adalah dokumen wajib jika kita hendak mendaftar untuk sekolah S2 dan S3 di luar negeri. PS perlu dipersiapkan sebaik mungkin karena pihak penyeleksi mahasiswa akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi kelayakan kita untuk diterima sebagai mahasiswa bersama dengan dokumen aplikasi lainnya.

Ada banyak tulisan yang beredar di internet mengenai bagaimana menulis PS yang baik. Beberapa bahkan menguraikan apa saja yang harus ditulis di paragraf 1, paragraf 2, dan berbagai petunjuk teknis yang lainnya. Saya tidak akan berfokus pada persoalan teknis karena akan membuat kita cenderung terpaku pada sebuah pola dan sulit berimprovisasi. Setiap orang punya keunikan dan cara sendiri dalam menyampaikan PSnya. Namanya saja personal statement, jadi penulisannya sangat tergantung personal attribute masing-masing orang.

Pertama-tama perlu diketahui bahwa terkadang universitas tertentu memberikan batasan atau format penulisan PS khusus. Misalnya jumlah maksimal huruf atau karakter, atau membatasi PS dalam 1 atau 2 halaman saja. Sehingga kita harus aktif mengutak-atik website universitas tujuan kita untuk memahami format tulisan yang mereka inginkan. Walaupun sebagian besar kampus juga memberikan kebebasan bagi pendaftar untuk menuliskan PS mereka. 

Modal utama saya dalam menuliskan tulisan ini adalah pengalaman karena saya bukan ahli serta tidak memiliki kualifikasi formal dalam hal penulisan. Tetapi saya memiliki pengalaman menulis Personal Statement yang membuat saya diterima di delapan universitas di Inggris dan Skotlandia serta satu program shortcourse di Belanda. Sehingga dari pengalaman itu, mungkin ada yang bisa saya bagikan lewat tulisan ini.

Yang pertama harus dimiliki adalah tujuan yang jelas dan terukur. Sebelum menulis PS kita harus memahami dan mengenal diri kita terlebih dahulu. Mengapa kita ingin sekolah lanjut, mengapa harus di kampus atau negara itu, ke mana hasil studi itu akan membawa kita nantinya, serta apa yang ingin kita lakukan dengan ilmu yang akan kita pelajari di program studi itu ke depannya. Kalau boleh saya simpulkan secara sederhana, inti dari menulis PS adalah menyampaikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas kepada penyeleksi mahasiswa di kampus tujuan kita dalam sebuah essay, Personal Statement. Sehingga menulis PS adalah suatu bentuk apresiasi mengenai apa yang sudah kita lakukan di masa lalu, masa kini, dan bagaimana kita memproyeksikannya ke masa depan.

Penulis yang baik adalah juga pembaca yang baik. Membaca banyak informasi seputar PS akan makin membuka wawasan bagaimana menulis PS yang baik. Menulis PS bukan hanya persoalan tata bahasa tetapi juga konten tulisan sehingga memiliki pengetahuan terhadap kedua hal tersebut akan menjadi nilai plus tersendiri. So grammar, vocabulary or structure do matter! Sebelum menulis PS, kita harus membaca dan melakukan riset mandiri mengenai negara, universitas, dan jurusan yang ingin kita pelajari. Apa kelebihan dan kekurangannya dibandingan dengan yang lainnya. Memiliki informasi-informasi tersebut tentu saja akan memberi kesan kepada universitas tujuan bahwa kita mengerti apa yang kita inginkan. Sehingga menulis PS memang tidak bisa pakai sistem kebut semalam. 

Yang paling penting adalah menulis PS dengan jujur. Ini bukan tentang apakah kita akan ketahuan hanya sekedar copy-paste atau sekedar mengada-ada dan melebih-lebihkan cerita agar terkesan outstanding. Menulis PS adalah tentang passion. Menulis dan mempersiapkan PS dengan apa adanya menunjukkan bahwa kita memiliki keseriusan, dedikasi, serta visi masa depan yang jelas. Saya pun meyakini bahwa yang akan membaca PS yang kita tulis bukan orang baru. Membaca PS sudah menjadi piece of cake mereka. Oleh karenanya, perlu untuk mereview kembali hal apa saja yang sudah dan sedang kita lakukan. Entah itu aktivitas terntentu atau prestasi serta kelebihan atau keunikan yang dapat kita sampaikan yang menjadi faktor pembeda melalui tulisan PS kita. Menulis PS adalah bagian dari mengenal diri sendiri. Sehingga hanya copy-paste akan membuat kita melewatkan kesempatan emas untuk mengenal lebih jauh diri sendiri. Just enjoy the process! 

Yang juga tak kalah penting dalam menulis PS adalah meyakinkan pihak penyeleksi mahasiswa bahwa kita adalah kandidat yang cocok dan layak diberikan tempat. Ini bisa sedikit tricky. Kita bisa meng-highlight background dan prestasi akademik atau riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan jurusan tujuan. Hindari memberikan informasi yang sifatnya self-proclaimed, mengambang dan normatif. Kalimat seperti “I have a strong academic background also dedication and passion in this field” memberikan kesan hanya sekedar klaim pribadi tanpa bukti yang bisa diukur oleh pembaca. Bandingkan dengan “During my undergraduate study, I have more than 3 years of experience as teaching assistant in this field. Moreover, I also have became a semifinalist in a national competition and published an articel in a scientic journal”. Pada kalimat tersebut kita tidak bertele-tele mengklaim bahwa kita layak diterima tetapi menyampaikan contoh praktikal yang dapat langsung membuat pembaca berfikir bahwa kita memiliki sesuatu yang layak dipertimbangkan.

Dalam mendaftar studi postgraduate kita akan bersaing dengan pendaftar lainnya dari berbagai negara. Mereka pasti juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tetapi harus selalu diingat bahwa setiap orang pasti memiliki keunikan personalnya masing-masing. Tugas kita adalah menemukannya dan bagaimana mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik sehingga membuat para penyeleksi mahasiswa berpikir bahwa You are the right person!
Subscribe to: Posts ( Atom )

ABOUT AUTHOR

Flag Counter

LATEST POSTS

  • Begini Cara Agar Diterima Oleh Universitas Luar Negeri
    University of Cambridge - Salah satu universitas terbaik di dunia Sudah lama saya ingin berkuliah di luar negeri. Buat saya pendidikan...
  • My LPDP Story - Pengalaman Mengikuti Seleksi Administrasi LPDP
    Dua cerita kegagalan dengan AAS dan Fulbright akhirnya membawa saya kepada LPDP. LPDP sebenarnya adalah beasiswa prioritas utama saya sejak...
  • Kuliah ke Luar Negeri Pakai TOEFL atau IELTS?
    Tes bahasa adalah syarat mutlak jika seseorang ingin melanjutkan sekolah atau bekerja di luar negeri. Tes ini sendiri bertujuan untuk menja...
  • My LoA Story - Akhirnya Saya Mendapatkan LoA
    Setelah semua persyaratan berhasil saya selesaikan, akhirnya saya mulai mendaftarkan diri saya ke berbagai universitas. Saya menyelesaikan ...
  • My LPDP Story - Pengalaman Menghadapi dan Tips SBK LPDP 2019
    Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Ko...
  • My AAS Story : Menghabiskan Jatah Gagal
    Australia Awards Scholarship (AAS) adalah salah satu beasiswa luar negeri yang paling populer. Menurut saya ada banyak hal yang membuat...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 2 LPDP 2019 di Makassar
    Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema bea...
  • My Fulbright Story - Kegagalan Pertama Berburu Beasiswa
    Mengejar beasiswa penuh untuk studi lanjut memang bukan hal yang mudah. Dibutuhkan ketekunan, dedikasi, mental kuat yang siap menerima kega...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 1 LPDP 2019 di Makassar
    Setelah melalui wawancara 2 serta verifikasi dokumen, jadwal saya selanjutnya adalah wawancara 1 pukul 16.20 tanggal 14 Agustus 2019. Jedan...
  • My IELTS Story - Berbagi Pengalaman Belajar Otodidak dan Tes IELTS di IDP Makassar
    Setelah saya dinyatakan lulus Ujian Kompetensi Dokter batch 4 tahun 2018 pada awal Desember 2018, saya langsung tancap gas untuk persiap...

Blogger templates

Instagram

Find me on Instagram @fistrajanrio

Blog Archive

  • November 2020 (1)
  • October 2020 (1)
  • January 2020 (1)
  • December 2019 (1)
  • November 2019 (3)
  • October 2019 (1)
  • September 2019 (8)
  • August 2019 (3)
  • July 2019 (3)
Powered by Blogger.

Search This Blog

Report Abuse

  • Home

About Me

My photo
Fistra Janrio Tandirerung
A passionte doctor with interest on health practice, education, and research. I made this blog to share valuable information and insights on important events and to help those who aspire for higher education abroad trough scholarship.
View my complete profile

Belajar IELTS Otodidak. Mungkinkah?

source: freepik.com Kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, adalah syarat mutlak untuk melanjutkan studi di luar negeri. Syarat ...

Contact Form

Name

Email *

Message *

Latest Posts

  • My LPDP Story - Pengalaman Menghadapi dan Tips SBK LPDP 2019
    Setelah berhasil melalui tahap administrasi, tembok kedua yang harus dihadapi dalam proses seleksi beasiswa LPDP adalah Seleksi Berbasis Ko...
  • My LPDP Story - Pengalaman Wawancara 2 LPDP 2019 di Makassar
    Tahap akhir dari seleksi LPDP adalah wawancara. Tahap wawancara adalah tahap paling krusial dari rangkaian seleksi beasiswa. Pada skema bea...
  • My LPDP Story - Pengalaman Mengikuti Seleksi Administrasi LPDP
    Dua cerita kegagalan dengan AAS dan Fulbright akhirnya membawa saya kepada LPDP. LPDP sebenarnya adalah beasiswa prioritas utama saya sejak...

Blogroll

Flickr

About

Copyright 2014 Fistra Janrio`s Self Discovery.
Designed by OddThemes